Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana kelolaan atau Asset Under Management (AUM) reksadana turun di sepanjang tahun 2022. Ketidakpastian pasar membuat investor lebih berhati-hati dalam menempatkan dana.
Mengutip Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dana kelolaan reksadana sudah berkurang sekitar Rp 71,76 triliun menjadi Rp 508,18 triliun di akhir 2022. Jumlah AUM tersebut merosot 12,37% dari posisi Desember 2021 yang sebesar Rp 579,95 triliun.
Research Analyst PT Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani menyoroti dana kelolaan pada instrumen reksadana saham. AUM reksadana saham telah berkurang sebesar Rp 23,15 triliun atau setara 20,77% menjadi Rp 111,44 triliun per 30 Desember 2022.
Baca Juga: AUM Reksadana Turun Sepanjang Tahun 2022, Ini Penyebabnya
Kondisi pasar tahun lalu dan tahun ini yang penuh ketidakpastian geopolitik maupun ekonomi telah mengakibatkan investor cenderung lebih memilih untuk mengamankan dana mereka sebagai langkah mitigasi risiko.
Menurut Arjun, investor dinilai melakukan redemption karena ingin memegang cash ataupun dipindah ke investasi yang lebih tergolong aman seperti yield US Treasury. Indeks acuan reksadana saham yang tercermin dari Infovesta Equity Fund Index juga turun 0,85% secara year-on-year (yoy) di akhir 2022.
"Jadi wajar apabila reksadana saham mengalami penurunan AUM dalam periode satu tahun," imbuh Arjun kepada Kontan.co.id, Kamis (5/1).
Kendati demikian, Arjun optimistis industri reksadana masih akan menjadi instrumen yang prospektif di tahun 2023. Hal tersebut karena reksadana memiliki beberapa pilihan instrumen seperti reksadana saham, obligasi, pasar uang, dan campuran, sehingga AUM juga akan bertumbuh.
Reksadana yang terkenal menawarkan return yang lebih tinggi daripada return benchmarknya akan menjadi pilihan utama investor.
Baca Juga: Ini Strategi MI Unggulan Kelola Reksadana Campuran dengan Kinerja Mumpuni
Namun, lanjut Arjun, investor perlu mencermati timing atau waktu yang tepat untuk masuk ke reksadana yang dipilih karena akan menentukan imbal hasil yang didapat.
"Cara mendapatkan timing yang tepat tentunya dengan paham kondisi market kapan akan beralih dari situasi bearish ke bullish," jelasnya.
Arjun mencermati untuk pasar saham masih cukup tertekan karena tren aliran dana asing terus keluar atau mencatatkan net sell. Fenomena ini bakal berdampak negatif terutama kepada produk investasi saham maupun reksadana saham atau saham secara langsung.
Baca Juga: Pemerintah Tutup Celah Penghindar Pajak, Pasar Modal Bisa Tambah Sehat
Sementara untuk reksadana berbasis obligasi yakni pasar uang ataupun reksadana pendapatan tetap, tren investasinya bisa naik di tahun 2023. Sebab, kondisi ketidakpastian telah lebih menjamin tingkat return yang lebih pasti pada instrumen investasi ini.
"Kenaikan suku bunga yang masih berlanjut juga akan meningkatkan minat investor terhadap dua produk tersebut karena imbal hasil akan naik," pungkas Arjun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News