Reporter: Nur Qolbi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - LOMBOK. Produsen rokok PT Bentoel International Investama Tbk (RMBA) menilai rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau sebanyak 23% mulai Januari 2020 terlalu tinggi.
Presiden Komisaris Independen Bentoel Group Hendro Martowardojo mengatakan, besaran kenaikan tarif cukai rokok yang wajar adalah di atas tingkat inflasi. "Wajarnya tuh inflasi plus tapi kalau 23% terlalu tinggi," ujar Hendro di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Senin (14/10).
Menurut dia, kenaikan tarif cukai ini akan sangat memberatkan industri. Pasalnya, pada tahun ini terjadi penurunan penjualan rokok yang lebih dalam meskipun tarif cukai tidak naik. Mengutip data Nielsen, Hendro mengatakan, penurunan penjualan rokok secara industri pada tahun 2019 mencapai 7%-8%, dari biasanya 1%-2% dalam lima tahun ke belakang.
Terlebih lagi, kenaikan tarif cukai rokok ini tidak bisa serta merta dibebankan ke konsumen dengan cara menaikkan harga jual rokok. Pasalnya, jika harga rokok dinaikkan, maka permintaan akan turun.
Baca Juga: Bentoel Group beli 9.000 ton tembakau Virginia dari petani Lombok
Sembari menunggu keluarnya Peraturan Menteri Keuangan terkait kebijakan tersebut, Bentoel Group telah memetakan beberapa strategi yang akan dijalankan untuk menghadapi tantangan industri ke depan.
Salah satu caranya adalah dengan meluncurkan kembali produk-produknya "Kami akan perbaiki dan luncurkan kembali beberapa produk kami. Jadi, marketing mix-nya kami ubah," ungkap Hendro.
Kemudian, Bentoel Group juga akan memperluas pasar ekspornya ke beberapa negara sekaligus berupaya untuk menaikkan volume penjualan. Hendro mengungkapkan, ada dua negara yang akan menjadi pasar baru Bentoel Group. "Kami belum bisa sebut namanya karena masih negosiasi. Kawasannya di mana juga belum bisa dikasih tau," kata dia.
Sampai tahun 2019, Bentoel Group telah mengekspor produknya ke 19 negara, diantaranya adalah Malaysia, Taiwan, Singapura, Hong Kong, Kamboja, Jepang, dan Korea. Pada 2020, Bentoel Group menargetkan bisa menaikkan penjualan ekspornya 10%-15% dari target tahun ini yang sebesar Rp 1,7 triliun.
Baca Juga: Dampak kenaikan cukai rokok di tahun 2020 sudah terasa
Sebagai informasi, per 2016, RMBA mengekspor ke delapan negara tujuan dengan nilai Rp 400 miliar. Kemudian, ekspornya bertambah 17 negara tujuan dengan nilai Rp 1,1 triliun pada 2017. Lalu, naik lagi menjadi 19 negara tujuan dengan nilai Rp 1,6 triliun pada 2018.
Menurut Hendro, berkat penjualan ekspor ini, per kuartal III-2019 Bentoel Group berhasil membukukan laba setelah merugi sejak tahun 2012. Sayangnya ia enggan untuk merinci dan menyarankan untuk menunggu rilis keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia. "Selain karena ekspor, efisiensi kami buat gila-gilaan. Aset-aset yang tidak perlu dan pabrik-pabrik yang kosong kami jual. Distributor juga kami efisiensi," ujar dia.
Baca Juga: Neo Mild milik Bentoel Internasional dibeli British American Tobacco
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News