Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Yudho Winarto
China misalnya, memperpanjang kebijakan subsidi hingga 2022. Beberapa negara Uni Eropa (UE) telah meningkatkan subsidi untuk kendaraan listrik serta target emisi yang lebih ketat.
Senada, Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiastama memproyeksikan kenaikan harga nikel pada tahun ini akan lebih terbatas, yakni sekitar 8% dari harga rata-rata tahun lalu.
Hal ini seiring dengan naiknya harga nikel yang tentu dapat menjadi eksposur bagi produsen yang menggunakan nikel sebagai bahan baku.
Harga yang terlalu tinggi dapat memberikan tekanan pada biaya produksi. “Sehingga, perlu ada penyesuaian harga antara produsen dan konsumen,” ujar Okie kepada Kontan.co.id.
Baca Juga: Produksi nikel diprediksi turun, simak rekomendasi saham Vale Indonesia (INCO)
Membaiknya perekonomian China tentu menjadi sentimen positif bagi industri nikel. Berdasarkan data terakhir, China memegang penuh konsumsi nikel dunia saat ini yang diikuti oleh Eropa, Afrika, dan Amerika.
Alhasil, Indonesia sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia memiliki posisi yang diuntungkan saat ini. Terlebih, Pemerintah melalui BUMN juga akan fokus untuk meningkatkan industri baterai listrik dengan mendorong sejumlah insentif.
Untuk saham berbasis nikel, Pilarmas Investindo Sekuritas merekomendasikan beli saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dengan target harga Rp 6.850 dan hold saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dengan target harga Rp 2.230.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News