Reporter: Kenia Intan | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pekan lalu, Ototitas Jasa Keuangan (OJK) mengesahkan peraturan tentang penawaran umum secara elektronik. Aturan baru itu tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Republik Indonesia No 41/ POJK.04/ 2020 tentang pelaksanaan kegiatan penawaran umum efek bersifat ekuitas, efek bersifat utang, dan/atau sukuk secara elektronik.
Kebijakan ini disahkan pada 2 Juli 2020 yang lalu. Mengutip informasi dalam website resmi OJK, aturan dibuat untuk meningkatkan ketersebaran investor, dan meningkatkan jumlah investor publik.
Selain itu, beleid itu diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas serta transparansi dalam penentuan harga penawaran umum perdana dan mekanisme penjatahan dalam penawaran umum. Untuk menjamin hal tersebut perlu dilakukan penerapan teknologi informasi dalam proses book building dan penawaran efek dalam penawaran umum atau initial public offering (IPO).
Baca Juga: Melantai empat hari dengan kenaikan 182%, saham Pradiksi Gunatama (PGUN) masuk UMA
Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) menilai bahwa aturan terkait IPO elektronik (e-IPO) ini akan berdampak positif terhadap investor ritel sebab mendorong proses yang lebih transparan. Menurut Octavianus Budiyanto, Ketua APEI, aturan terkait e-IPO sudah menjadi pembahasan sejak tahun lalu.
Munculnya pembahasan ini dipicu oleh maraknya auto reject pada saat IPO yang terjadi pada saat itu. "Ditengarai distribusi pada saat IPO itu tidak merata, makanya gampanglah untuk bikini auto reject," kata Oktavianus kepada Kontan.co.id, Jumat (10/7).
Otoritas berharap aturan e-IPO ini menambah minat investor ritel dan terjadi pemerataan. Di sisi lain, di tengah pandemi seperti saat ini penggunaan teknologi merupakan langkah yang tepat untuk meminimalisir pertemuan dengan tatap muka sehingga menjadi lebih aman bagi pelaku pasar.
Baca Juga: Walau pasar tak stabil, perusahaan internasional tetap ngotot IPO tahun ini
Adapun APEI mengusulkan, penerapan e-IPO ini diuji coba terlebih dahulu. Mengingat, pelaksanaannya nanti akan melibatkan banyak pihak seperti perusahaan efek, penjamin emisi efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, bank kustodian. Sistem yang baru dan banyaknya pihak yang terlibat menjadi tantangan dalam pelaksanaan e-IPO ke depan.
Tidak jauh berbeda, Direktur Sinarmas Sekuritas Kerry Rusli beranggapan bahwa pelaku pasar masih memerlukan waktu untuk mencerna dan menerapkannya peraturan tersebut. Pihaknya juga masih perlu melihat respon dari pemegang saham ritel terhadap munculnya aturan ini. "Belum bisa memprediksi dampak yang timbul," imbuh Kerry ketika dihubungi Kontan.co.id, Jumat (10/7).
Terkait kebijakan baru ini bisa mendorong calon emiten melantai di bursa, Kerry berpandapat bahwa target dari e-IPO ini adalah pemerataan investor ritel. Sehingga, beleid e-IPO tidak bisa menjadi tolok ukur minat emiten melakukan IPO perdana.
Baca Juga: Saham IPO Tetap Melejit di Saat IHSG Tertekan, Investor Perlu Lebih Cermat
Octavianus mengungkapkan aturan ini bisa saja mendorong minat calon emiten. Sebab, calon emiten bisa memanfaatkan momentum semakin kuatnya profil investor ritel di pasar modal akibat dari adanya aturan ini.
Analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji Gusta Utama menambahkan, aturan itu bisa mendorong kegiatan penawaran umum di pasar modal yang lebih transparan. Sehingga, akan semakin banyak investor yang tertarik berinvestasi di pasar modal. "Ini memberikan kepastian bagi pelaku pasar untuk berinvestasi," kata Nafan kepada Kontan.co.id, Minggu (12/7).
Investor yang semakin berminat berinvestasi memang akan menguntungkan emiten yang mencari dana di pasar modal. Akan tetapi, kebijakan tersebut baru akan berpengaruh signifikan apabila kondisi pasar sudah kembali pulih.
Baca Juga: Saham Pendatang Anyar yang Tergelincir ke Zona Gocap
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News