Reporter: Kenia Intan | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Adapun APEI mengusulkan, penerapan e-IPO ini diuji coba terlebih dahulu. Mengingat, pelaksanaannya nanti akan melibatkan banyak pihak seperti perusahaan efek, penjamin emisi efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, bank kustodian. Sistem yang baru dan banyaknya pihak yang terlibat menjadi tantangan dalam pelaksanaan e-IPO ke depan.
Tidak jauh berbeda, Direktur Sinarmas Sekuritas Kerry Rusli beranggapan bahwa pelaku pasar masih memerlukan waktu untuk mencerna dan menerapkannya peraturan tersebut. Pihaknya juga masih perlu melihat respon dari pemegang saham ritel terhadap munculnya aturan ini. "Belum bisa memprediksi dampak yang timbul," imbuh Kerry ketika dihubungi Kontan.co.id, Jumat (10/7).
Terkait kebijakan baru ini bisa mendorong calon emiten melantai di bursa, Kerry berpandapat bahwa target dari e-IPO ini adalah pemerataan investor ritel. Sehingga, beleid e-IPO tidak bisa menjadi tolok ukur minat emiten melakukan IPO perdana.
Baca Juga: Saham IPO Tetap Melejit di Saat IHSG Tertekan, Investor Perlu Lebih Cermat
Octavianus mengungkapkan aturan ini bisa saja mendorong minat calon emiten. Sebab, calon emiten bisa memanfaatkan momentum semakin kuatnya profil investor ritel di pasar modal akibat dari adanya aturan ini.
Analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji Gusta Utama menambahkan, aturan itu bisa mendorong kegiatan penawaran umum di pasar modal yang lebih transparan. Sehingga, akan semakin banyak investor yang tertarik berinvestasi di pasar modal. "Ini memberikan kepastian bagi pelaku pasar untuk berinvestasi," kata Nafan kepada Kontan.co.id, Minggu (12/7).
Investor yang semakin berminat berinvestasi memang akan menguntungkan emiten yang mencari dana di pasar modal. Akan tetapi, kebijakan tersebut baru akan berpengaruh signifikan apabila kondisi pasar sudah kembali pulih.
Baca Juga: Saham Pendatang Anyar yang Tergelincir ke Zona Gocap
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News