Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kurs rupiah terhadap dolar AS mengalami koreksi hingga menembus di atas Rp 14.200 per dolar AS. Stabilitas keamanan nasional akibat aksi unjuk rasa di gedung DPR/MPR dinilai turut memicu rupiah yang terus tertekan sejak awal pekan ini.
Aksi unjuk rasa yang diikuti beberapa elemen masyarakat seperti mahasiswa, pelajar dan buruh yang menuntut pembatalan beberapa revisi undang-undang berakhir ricuh.
Baca Juga: Rupiah tertekan karena memanasnya situasi politik domestik dan luar negeri
Mengutip dari Bloomberg, kurs rupiah berada di level Rp 14.215 per dolar AS yang menandakan pelemahan sebesar 0,14%. Terakhir, kurs rupiah berada di atas level Rp 14.200 per dolar AS terjadi pada 3 September 2019 yang menempati posisi Rp 14.228 per dolar AS.
Analis Monex Investindo Andian Wijaya mengatakan bahwa aksi demonstrasi ini telah mempengaruhi pergerakan rupiah yang terus tertekan. Ia bilang hal ini menyebabkan investor merasa enggan untuk menaruh investasi di Indonesia.
“Investor merasa khawatir terhadap indikasi kericuhan yang terjadi dalam aksi unjuk rasa sehingga mereka tidak menempatkan dana di Indonesia,” jelas Andian.
Walaupun tensi demonstrasi dinilai membaik pada hari ini, Andian menilai bukan berarti rupiah akan bisa menguat kembali dalam waktu dekat. Ia berpendapat bahwa masih ada peluang terjadi kericuhan kembali yang terjadi dalam aksi unjuk rasa ini. Andian menilai pelemahan ini akan terjadi selama jangka menengah.
Baca Juga: Rupiah menembus level Rp 14.216 per dolar AS perdagangan Selasa (1/10)
Ia berpendapat masih akan ada potensi terjadi aksi unjuk rasa hingga pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih pada 20 Oktober mendatang. “Dalam satu minggu ini masih akan melemah dengan ressistance mencapai Rp 14.250 per dolar AS,” ujar Andian.
Selain itu, Andian juga mengatakan bahwa koreksinya rupiah tidak hanya datang dari sentimen dalam negeri. Ia mengatakan bahwa nilai tukar dolar AS yang menguat menjadikan rupiah tunduk terhadap mata uang AS tersebut. Hal ini tidak terjadi pada rupiah saja melainkan mata uang lainnya di wilayah Asia.
Andian bilang nilai tukar dolar AS menguat karena disebabkan adanya optimisme pasar terhadap pertemuan antara AS dan China di pertengahan bulan Oktober ini. Pasar mengira akan ada kesepakatan dagang yang bersifat positif.
Hanya saja, Andian menilai bahwa bukan tidak mungkin jika kesepakatan dagang ini gagal terjadi, rupiah bisa sedikit membaik. Untuk sentimen positif, Andian bilang saat ini belum ada sentimen yang bisa menahan pelemahan rupiah.
Baca Juga: Pukul 10.43 WIB: Rupiah ke Rp 14.198 per dolar AS, loyo tujuh hari berturut-turut
Ia hanya bilang bahwa satu hal yang bisa membalikkan keadaan rupiah ialah menunggu perkembangan dari aksi unjuk rasa dalam negeri. “Paling lama ya setelah pelantikan presiden, setelah itu bisa bangkit lagi,” ujar Andian.
Berbeda pendapat, ekonom Bank Central Asia David Sumual menilai aksi demonstrasi dalam negeri tidak memiliki dampak yang terlalu besar bagi pelemahan rupiah yang hingga menembus di atas Rp 14.200 per dolar AS.
Menurutnya, faktor utama yang menyebabkan rupiah melemah ialah dari faktor global yaitu nilai tukar dolar AS yang terus menguat. “Dolar bull terjadi beberapa hari terakhir ini,” ujar David.
David bilang penguatan dolar AS disebabkan kondisi politik terakhir perang dagang dan data-data dari AS yang menopang. Menurut David, kondisi terakhir AS datang dari rencana pemblokiran pemerintah AS terhadap investasi AS di China.
Baca Juga: Polisi: Pelajar diiming-imingi Rp 40 ribu untuk bergerak ke DPR
David menilai pelemahan terhadap rupiah yang terjadi pada hari ini masih bersifat konsolidasi. Ia berpendapat bahwa rupiah bisa bangkit lagi dalam waktu dekat.
Hal ini didukung dari data inflasi yang baru dirilisi hari ini. “Sejauh ini pelemahan rupiah tak akan bertahan lama apalagi pengumuman inflasi hari ini tampaknya bagus,” ujar David.
David berpendapat data inflasi yang dirilis pada hari ini sedikit mengejutkan. Data inflasi menunjukkan terjadi deflasi sebesar -0,27%.
Hal ini membuat David optimistis bahwa inflasi pada tahun ini bisa berada di batas bawah target dari Bank Indonesia. Walaupun tak berdampak terlalu besar, David menilai aksi unjuk rasa akhir-akhir ini masih turut diwaspadai karena bisa melemahkan mata uang garuda kembali.
Baca Juga: Dollar terbang ke level tertinggi sejak Mei 2017, bagaimana nasib mata uang Asia?
Ia bilang perlu melihat lagi apakah aksi unjuk rasa ini akan terus berkepanjangan atau tidak. Bukan tidak mungkin, jika memang terjadi aksi unjuk rasa berkepanjangan, David menilai rupiah ikut terpengaruh.
Selain itu, David juga menyampaikan rupiah juga akan terpengaruh dengan perkembangan dari negosiasi dagang antara AS dan China nantinya.
Untuk Rabu (1/10) esok hari, Andian menilai rupiah akan berada di kisaran Rp 14.100 - Rp 14.250 per dolar AS dengan kecenderungan masih melemah.
Sedangkan David optimistis mata uang garuda bisa menguat tipis di kisaran Rp 14.180 - Rp 14.240 per dolar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News