kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jadi alternatif investasi ritel, mari mengenal lebih jauh tentang equity crowdfunding


Kamis, 10 Oktober 2019 / 17:48 WIB
Jadi alternatif investasi ritel, mari mengenal lebih jauh tentang equity crowdfunding
ILUSTRASI. Ada tiga pihak yang melakukan transaksi equity crowdfunding, yakni penyelenggara, penerbit, dan pemodal. KONTAN/Baihaki/2018/04/10


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Layanan urun dana melalui penawaran saham berbasis teknologi informasi atau equity crowdfunding merupakan fasilitas baru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menjembatani usaha rintisan yang ingin mendapat pendanaan dari publik. 

Adapun layanan ini diatur dalam Peraturan OJK yakni POJK 37/POJK.04/2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi. 

Dalam peraturan tersebut ada tiga pihak yang melakukan transaksi di layanan ini, yakni penyelenggara, penerbit, dan pemodal. 

Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Fakhri Hilmi menjelaskan pihak penyelenggara adalah badan hukum yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan layanan urun dana. “Adapun penerbit adalah badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas yang menawarkan saham melalui penyelenggara,” kata Fakhri saat ditemui Kontan.co.id di gedung OJK, Kamis (10/10). 

Baca Juga: OJK mengantongi 10 calon penyelenggara equity crowdfunding

Fakhri menegaskan satu hal dasar yang harus diketahui publik adalah equity crowdfunding bukanlah penawaran umum yang dimaksud Undang Undang tentang Pasar Modal karena penawarannya di bawah Rp 10 miliar dalam jangka waktu tidak boleh lebih dari satu tahun. 

Selain itu ada pihak pemodal yang melakukan pembelian saham penerbit melalui penyelenggara. Adapun penerbit bukan perusahaan publik karena pemegang sahamnya tidak lebih dari 300 pihak dan jumlah modal yang disetor penerbit tidak lebih dari Rp 30 miliar. Jadi ini dibatasi untuk penerbit-penerbit atau perusahaan yang asetnya kecil. 

Penyelenggara adalah pihak yang disebut OJK sebagai bursanya UMKM karena mereka yang menjadi fasilitator sekaligus pengawas dalam pelaksanaan equity crowdfunding

Tentunya penyelenggara harus memenuhi persyaratan dari OJK. Pertama, perusahaan berbentuk badan hukum baik itu perseroan terbatas (PT) atau koperasi. Adapun permodalan harus dimiliki lebih dari Rp 2,5 miliar. 

Perusahaan penyelenggara wajib menyampaikan laporan tengah tahunan, laporan tahunan, dan laporan insidentil ke OJK. Sumberdaya manusia harus memiliki keahlian di bidang IT dan keahlian untuk melakukan review atas penerbit. 

Jangka waktu penawaran 12 bulan bisa satu kali atau beberapa kali penawaran sesuai kebutuhan. Fakhri menjelaskan skema urunan dananya adalah bila satu penerbit sudah mendapat izin efektif dari penyelenggara, perusahaan penerbit punya waktu 60 hari untuk menawarkan sahamnya.

Baca Juga: Rencana OJK menerbitkan aturan manajemen risiko perusahaan efek menuai kebingungan

Semisal target pendanaan yang dibutuhkan Rp 800 juta dan sudah habis dalam waktu 60 hari untuk kebutuhan bisnis, perusahaan penerbit masih bisa lakukan urunan dana hingga maksimal Rp 10 miliar dalam kurun waktu satu tahun. Fakhri menjelaskan berbeda jika minimum dana tidak terpenuhi, maka penawaran batal demi hukum. 

Bagi pihak penyelenggara, ada batasan yang harus diperhatikan yakni hanya dapat menawarkan saham melalui satu penyelenggara tidak boleh menerbitkan saham di dua penyelenggara dalam waktu yang bersamaan. Pembatalan penawaran bisa dilakukan bila penerbit dapat membatalkan penawaran saham sebelum berakhirnya masa penawaran saham dengan membayar sejumlah denda. 

Payung Hukum

Selain dipayungi oleh peraturan OJK, layanan Equity Crowdfunding ini juga masuk dalam ketentuan terkait yakni UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik & PP 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik. Aturan ini lebih mengacu pada Perlindungan Data Pribadi. 

Kemudian, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2016 pada bagian Penyelenggara Transaksi Perdagangan Melalui SIstem Elektronik (market place berbasis platform, daily deals, price grabber, iklan berbasis online) dengan Nilai Investasi kurang dari Rp 100 miliar dan Pembatasan Kepemilikan Asing maksimal sebesar 49%. 

Terakhir, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018 KBLI (Klasifikasi Buku Lapangan Usaha Indonesia) Nomor 63122: Portal Web dan/atau Platform Digital Dengan Tujuan Komersil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×