kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rencana OJK menerbitkan aturan manajemen risiko perusahaan efek menuai kebingungan


Kamis, 10 Oktober 2019 / 15:14 WIB
Rencana OJK menerbitkan aturan manajemen risiko perusahaan efek menuai kebingungan
ILUSTRASI. OJK berencana menerbitkan beleid baru soal manajemen risiko khusus bagi perusahaan efek. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/14/07/2016


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana menerbitkan beleid baru soal manajemen risiko khusus bagi perusahaan efek. Isi beleid ini hampir sama dengan Peraturan OJK (POJK) Nomor 17/POJK.03/2014 tentang Penerapan Manajemen Risiko Terintegrasi Bagi Konglomerasi Keuangan.

Bedanya, dalam POJK Nomor 17 Tahun 2014 tersebut mengikat entitas utama, anak perusahaan dan perusahaan terafiliasi. Di dalamnya termasuk untuk lembaga perbankan, asuransi, perusahaan efek dan perusahaan pembiayaan. Sehingga, aturan lainnya dilaksanakan juga oleh fungsi pada entitas utama. Misalnya, manajemen risiko diawasi secara aktif oleh direksi  dan dewan komisaris entitas utama.

Entitas utama wajib menunjuk direktur entitas utama yang membawahi fungsi manajemen risiko menjadi direktur yang membawahi fungsi manajemen risiko terintegrasi untuk melaksanakan penerapan manajemen risiko terintegrasi.

Baca Juga: OJK mengantongi 10 calon penyelenggara equity crowdfunding

Sama halnya soal komite manajemen risiko. Dalam manajemen risiko terintegrasi, komite paling tidak terdiri dari direktur entitas utama yang membawahi manajemen risiko dan direktur yang mewakili dan ditunjuk dari lembaga jasa keuangan dalam konglomerasi keuangan dan pejabat eksekutif. Dalam aturan manajemen risiko untuk perusahaan efek, komite ini diisi oleh direksi perusahaan efek dan pejabat di bawah direksi.

Dengan rencana keluarnya aturan manajemen risiko bagi perusahaan efek, beberapa direksi yang dihubungi Kontan masih belum mengetahui isinya. Misalnya, Direksi Sinarmas Sekuritas Hermawan Ho masih belum membaca aturan ini. Sedangkan Direksi Kresna Sekuritas Octavianus Budiyanto Jimmy justru bingung lantaran sudah mencermati isinya.

“Karena ada yang aturan konglomerasi juga. Selama ini kan memang kita beranggapan perusahaan efek yang ikut konglomerasi, laporannya sudah ikut grupnya. Jadi apa bedanya?” ujar Octavianus kepada Kontan.co.id, Kamis (10/10).

Baca Juga: OJK akan mengatur manajemen risiko perusahaan efek, berikut isi beleidnya

Untuk itu, dia masih belum mau menilai efek dari adanya peraturan ini apabila diterapkan. Octavianus mengaku masih harus berdiskusi dengan OJK untuk menanyakan beberapa hal. “Ada definisi yang agak berbeda, jadi masih perlu diskusi yang lebih tajam,” ujar dia.

Dari kedua beleid tersebut, juga terdapat aturan yang tumpang tindih yaitu soal tenggat waktu pelaporan. Dalam beleid manajemen risiko konglomerasi keuangan dituliskan laporan dibuat dalam dua periode yakni akhir Juni dan akhir Desember. Untuk akhir Juni paling lambat dilaporkan pada tanggal 15 Agustus di tahun yang sama, dan untuk akhir Desember paling lambat 15 Februari tahun berikutnya.

Sementara dalam beleid manajemen risiko perusahaan efek, mereka wajib menyusun laporan penilaian sendiri (self assessment) penerapan manajemen risiko paling sedikit dua kali dalam setahun untuk posisi per akhir Juni dan Desember. OJK membatasi, untuk periode akhir Juni paling lambat dilaporkan pada akhir Agustus, sedangkan untuk periode akhir Desember paling lambat pada akhir bulan April tahun berikutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×