Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lebih dari 60 orang menjadi korban investasi bodong berkedok perdagangan saham oleh TD Ameritrade/TDem. Para korban tersebar di 11 provinsi di Indonesia, dengan jumlah kerugian mencapai lebih Rp 16 miliar.
Komplotan penipu ditengarai masih berkeliaran mencari korban-korban baru yang juga berkedok perdagangan saham. Tidak lagi pakai TD Ameritrade, tapi mencatut nama sekuritas bereputasi, Goldman Sachs dan Sequoia Capital.
Masyarakat diminta waspada apabila mendapatkan tawaran investasi serupa melalui media sosial ataupun media lainnya.
Menurut juru bicara yang juga korban, Agnes, para korban telah berhimpun dalam satu grup WA. Beberapa korban sudah melaporkan kasus ini ke kepolisian daerah (Polda) di daerah masing-masing. Seperti di Polda Jawa Timur, Polda Metro Jaya, Polda Jawa Barat, Polda Sulawesi Selatan, dan Polda Jawa Tengah.
Mereka juga bergerak bersama melaporkan secara online ke Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lapor Mas Wapres, dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Baca Juga: IHSG Melemah 0,45% ke 7.293 di Sesi I Kamis (5/12), TLKM, BMRI, AMRT Top Losers LQ45
"Kami berharap, sebagai korban bisa mendapatkan keadilan dan bantuan dari negara, serta pelaku dan komplotan segera ditangkap dan diproses secara hukum," kata Agnes dalam keterangan resmi, Kamis (5/12).
Menurut Agnes, modus komplotan ini bermula dari membuat iklan penawaran belajar saham melalui media sosial. Ketika tautan diklik otomatis masuk ke WA grup.
Di WA grup, setiap hari ada info dan edukasi saham-saham yang profit dan awalnya masih diarahkan melakukan trading di sekuritas Stockbit atau sekuritas lain yang berizin yang dimiliki masing-masing korban.
Setelah beberapa waktu, pelaku bernama Sutrisno Hartono yang mengklaim Kepala Analis TD Ameritrade menyampaikan ikut kompetisi FCPC (Future Capital Pionners Competition 2024).
Sutrisno meminta anggota grup memberi dukungan melalui Aplikasi TD Ameritrade yang diakui sebagai platform trading saham International.
Para korban dianjurkan install link yang dibagikan. Aplikasi TD Ameritrade ini juga bisa di-install lewat Playstore/APPstore dengan nama TdemPro, yang mana saat ini sudah ditutup.
Menurut Agnes, di WAgrup berisi sekitar 75 anggota yang hampir 90% adalah anggota komplotan. Hanya 1 atau 2 orang calon korban di setiap WAgrup.
"Kami seperti terhipnotis dengan chat-chat di grup yang seolah-olah Sutrisno Hartono itu pialang hebat. Ia dibantu Asisten bernama Nurul Fitriani dan customer service (CS) TD Ameritrade," jelas Agnes.
Dalam kompetisi FCFP, Sutrisno Hartono mengklaim mewakili Indonesia. Sebagai tanda terima kasih, anggota grup ditawarkan membeli saham-saham ARA, saham AT (After hour Trading dengan profit sampai 42%).
Baca Juga: Prabowo Mengaku Diancam IHSG Dilemahkan Jika Jalankan Program Makan Bergizi Gratis
Menurut Agnes, sebetulnya ada sejumlah hal tidak lazim. Misalnya, mengklaim platform sekuritas internasional, tapi menu-menu memakai bahasa campuran antara Inggris dan Indonesia. Juga tidak ada akun rekening dana investasi (RDN) atas nama investor.
Namun korban percaya karena rekomendasi transaksi saham harian ARA di platform TD Ameritade hampir selalu benar dengan kondisi riil di bursa. Saham ARA ini menjanjikan keuntungan yang pasti, minimal 10%, dengan cara dibeli siang/sore hari dan dijual di esok paginya.
Demikian pula saham AT dijanjikan untung pasti dengan dibeli pada harga diskon 30%-50%. Diskon diraih dari negosiasi karena membeli bersama dalam jumlah besar. "Para korban makin percaya karena keuntungan trading awalnya bisa dicairkan dengan mudah," kata Agnes.
Akhirnya korban terjebak tawaran investasi penawaran saham perdana atawa initial public offering (IPO) emiten luar negeri berdenominasi dolar AS. Ada 5 saham IPO.
Semua anggota diminta mengajukan langganan (daftar) atau pesan saham IPO yang direkomendasikan. Dalihnya tidak semua yang daftar disetujui. Korban rerata memesan saham IPO tersebut, tetapi yang tidak pesan ternyata tetap diberikan kuota.
Ketika saham IPO dirilis, para korban diberikan kuota IPO yang banyak, sampai puluhan ribu dolar AS. Korban diwajibkan menyelesaikan pembelian. Apabila tidak membeli skor kredit di akun akan berkurang.
Ketika saham IPO pertama belum diperdagangkan, saham IPO kedua dirilis dengan kuota yang banyak. Para korban dipaksa menyuntikkan dana lagi sesuai alokasi saham yang ditentukan sepihak. Jika korban tidak melunasi, dana dalam akun dibekukan alias tak bisa dicairkan.
Baca Juga: BEI Merespons Pernyataan Prabowo yang Sebut Saham Judi Bagi Orang-Orang Kecil
Kepada sejumlah korban, komplotan ini menawarkan pinjaman dana untuk membeli saham IPO. Ada salah satu korban, kata Agnes, dana itu ternyata dari rekening pinjaman online.
Yang juga aneh, kata Agnes, IPO berulangkali ditunda atau mundur. Salah satu alasannya karena pemilu di Amerika Serikat. Puncaknya, ketika para korban sudah melunasi saham IPO, ternyata modal dan keuntungan tidak bisa ditarik.
Korban akhirnya menyadari telah terperdaya perdagangan saham berkedok broker ilegal mencatut nama TD Ameritrade. Dahulu TD Ameritrade adalah broker ternama di AS. Pada 2020, Charles Schwab mengakuisisi TD Ameritrade, seluruh layanan serta platform trading diintegrasikan ke ekosistem Charles Schwab. Platform TD Ameritrade sendiri telah ditutup Mei 2024.
"Kami berharap pihak berwajib dan seluruh instansi terkait bisa segera membongkar sindikat ini dan membantu meringankan kerugian korban. Kami berharap masyarakat berhati-hati agar tidak ada lagi korban baru," tutup Agnes.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News