Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar modal tanah air masih mampu bertumbuh di tengah gejolak yang menyelimuti tahun 2022. Hal ini menjadi katalis positif bagi kinerja reksadana.
Direktur Panin Asset Management (AM) Rudiyanto mengatakan bahwa tahun 2022 merupakan tahun dengan banyak tantangan. Inflasi global, kenaikan suku bunga acuan, dan juga kenaikan harga beberapa komoditas yang salah satunya disebabkan oleh perang Rusia-Ukraina telah menekan industri pasar modal.
Namun, Indeks harga Saham Gabungan (IHSG) masih mampu mencetak kinerja positif di tahun yang penuh tantangan.
IHSG berhasil mencatatkan return sebesar 4,09% di sepanjang tahun 2022 dengan total dana asing di IHSG adalah Rp 60,57 triliun. Ini menjadikan kinerja IHSG berhasil menjadi yang terbaik nomor 3 di Asia Pasifik.
Baca Juga: Masihkah Gagal Bayar Obligasi Korporasi Membayangi Investor?
Rudiyanto bilang, kenaikan harga beberapa komoditas yang signifikan seperti harga batubara merupakan suatu keuntungan tersendiri untuk Indonesia sebagai salah satu negara eksportir batu bara terbesar di dunia.
"Hal ini pada akhirnya mempengaruhi laporan keuangan beberapa emiten batubara di sepanjang tahun 2022," imbuh Rudiyanto kepada Kontan.co.id, Senin (2/1).
Selain itu, lanjut Rudiyanto, kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang terjadi sepanjang tahun ini bak dua sisi mata pisau.
Berdasarkan laporan keuangan kuartal ketiga 2022, laporan keuangan emiten yang diuntungkan dari kenaikan suku bunga sukses menunjukkan hasil yang positif.
Tetapi, kenaikan suku bunga acuan BI juga berdampak negatif pada harga obligasi terutama obligasi pemerintah yang akhirnya berpengaruh pada performa reksadana pendapatan tetap.
Adapun sepanjang tahun 2022, mayoritas reksadana Panin AM berhasil mencatatkan kinerja yang positif mulai dari reksadana saham, campuran, pendapatan tetap, dan pasar uang.
Baca Juga: Kinerja Reksadana Masih Bisa Bertumbuh di Tengah Gejolak Sepanjang Tahun 2022
Return tertinggi sepanjang tahun 2022 adalah Panin Dana Ultima sebesar 40,09% dari instrumen reksadana saham.
Rudiyanto berujar, catatan negatif hanya Panin Dana USD yang mayoritas berinvestasi di Obligasi Pemerintah. Hal itu terdampak dari kenaikan suku bunga Amerika Serikat (BI) yang lebih tinggi daripada kenaikan BI Rate.
Tak ketinggalan, produk dari Sucorinvest Asset Management (AM) juga menjadi salah satu yang populer di hampir setiap instrumen reksadana.