Reporter: Shifa Nur Fadila | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meningkatnya ketegangan di Timur Tengah antara Iran dan Israel, telah memicu tekanan pada pasar saham global, termasuk pasar saham Indonesia.
Ketidakstabilan geopolitik ini menimbulkan risiko terhadap pasar di Indonesia, yang diperburuk oleh potensi dampak kenaikan harga minyak hingga US$100 per barel, arus keluar modal asing, dan depresiasi mata uang rupiah.
Head Customer Literation and Education PT Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi, melihat untuk jangka pendek peningkatan ketegangan geopolitik membuat investor akan cenderung mengalihkan aset ke dalam risiko yang lebih rendah.
Menurutnya bahkan investor akan mengalihkan pada aset safe haven, seperti emas.
Baca Juga: Harga Emas Meningkat di Tengah Ketegangan Konflik Timur Tengah dan Jelang FOMC
"Sehingga pada akhirnya investor keluar dari pasar saham di tengah ketidakpastian global dampak dari perang tersebut," jelas Oktavianus pada Kontan, Selasa (23/4).
Sedangkan jika dilihat dalam jangka lebih panjang, menurut Oktovianus jika perang ini berkelanjutan maka dampaknya akan jauh lebih besar terhadap perekonomian global, termasuk juga pasar saham.
Ia menjelaskan kenaikan harga komoditas akan tidak dapat dihindari yang pada akhirnya akan mendorong kenaikan inflasi yang lebih tinggi.
"Tetapi jika skenarionya adalah tensi mulai mengendur dan juga tidak ada aliansi perang berkelanjutan maka kami meyakini pasar saham akan kembali pada ekuilibriumnya," ujarnya.
Begitu pula dengan kinerja saham, Oktavianus menyebutkan saham dalam sektor kesehatan, teknologi, industrial dan keuangan mengalami penurunan yang dalam, efek dari tensi geopolitik di Timur Tengah.
Baca Juga: Menakar Prospek Saham MEDC, AKRA, Hingga PGAS Kala Konflik Timur Tengah Memanas
Meski demikian, menurutnya dengan kondisi saat ini sudah mulai mereda akan cenderung membuat saham-saham yang terdampak menjadi menarik secara valuasinya.
"Terlebih juga di tahun ini akan mulai terjadi pelonggaran kebijakan moneter dari bank sentral yang menyebabkan saham-saham sektor cyclical berpotensi alami penguatan," ucapnya.
Sementara jika dilihat, emiten energi dengan pendapatan dalam USD Oktavianus memperkirakan akan mendapatkan sentimen positif seiring dengan potensi kenaikan harga komoditas.
Hal tersebut didorong oleh Iran yang termasuk dalam 10 produsen minyak mentah terbesar di dunia. Sehingga ia berpandangan peningkatan tensi yang berkelanjutan akan mendorong harga minyak mentah dunia.
Baca Juga: Tekanan Konflik Timur Tengah Akan Pengaruhi Minat pada Lelang SUN, Selasa (16/1)
"Sedangkan untuk saham kategori cylical yang sensitif terhadap makro ekonomi akan alami kerugian seiring dengan ketidakpastian ekonomi," kata Oktavianus.
Oktavinus menambahkan jika para pemimpin negara-negara tersebut dapat meredakan ketegangan tersebut ia melihat dampaknya hanya bersifat sementara atau jangka pendek.