Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Lelang Surat Utang Negara (SUN) diperkirakan bakal penuh kehati-hatian pada Selasa (16/1). Investor tengah mencermati perkembangan dari konflik di Timur Tengah yang diperkirakan bakal meningkatkan risiko investasi.
Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana mengatakan, kemungkinan lelang SUN pekan depan bakal dibayangi tekanan dari meningkatnya tensi geopolitik di Timur Tengah.
Seperti diketahui, Amerika Serikat (AS) dan Inggris melakukan serangan balasan terhadap pasukan Houthi di Yaman di akhir pekan ini.
Baca Juga: Pemerintah Kembali Gelar Lelang SUN
“Saya khawatir kondisi perang di Timur Tengah akan mendorong yield global akan naik karena orang berpikir ada risiko ekonomi yang tinggi. Jadi mungkin di saat bersamaan akan berdampak pada kenaikan yield US treasury dan yield SUN,” jelas Fikri saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (14/1).
Fikri menuturkan, konflik yang tengah bergejolak akan membuat pelaku pasar sedikit berhati-hati. Risiko yang meningkat bakal menurunkan appetite atau minat investor.
Kalau dari domestik, fundamental ekonomi tetap tangguh yang terlihat dari posisi rupiah dan Credit Default Swap (CDS) masih terjaga. Rupiah dan tingkat risiko investasi Indonesia dinilai masih berada di posisi yang aman.
Baca Juga: Penawaran Masuk Rp 39,80 T, Pemerintah Serap Rp 21,75 T pada Lelang SUN Rabu (3/1)
Terlebih, lanjut Fikri, data neraca perdagangan Indonesia di awal pekan depan diperkirakan dapat mendorong optimisme di pasar keuangan domestik. Namun kemungkinan tekanan dari eksternal bakal membayangi saat lelang SUN berlangsung. Yield SUN Tenor 10 Tahun diperkirakan bakal berada di rentang 6,7%-6,8% selama pekan depan.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengamati, tekanan bagi pasar Surat Berharga Negara (SBN) dalam sepekan terakhir kemungkinan masih akan berlanjut terutama saat lelang SUN berlangsung. Investor telah bersikap hati-hati untuk masuk ke pasar karena mempertimbangkan berbagai tekanan.
Ramdhan menjelaskan, data inflasi Amerika terbaru bulan Desember 2023 telah menyebabkan pelemahan mata uang emerging market. Selain itu, memanasnya kondisi di Timur Tengah memicu risiko ketegangan lebih lanjut.
“Tekanan tersebut menciptakan ketidakpastian di pasar. Lelang pekan depan bisa jadi akan melanjutkan kondisi pekan lalu,” imbuh Ramdhan kepada Kontan.co.id, Minggu (14/1).
Baca Juga: Lelang SUN Perdana Tahun 2024 Didukung Prospek Perekonomian yang Lebih Baik
Terlepas dari itu, Ramdhan meyakini penawaran masuk masih akan cukup tinggi di kisaran Rp 35 triliun – Rp 40 triliun pada lelang SUN, Selasa (16/1). Adapun pemerintah mematok target indikatif lelang pekan depan Rp 24 triliun – Rp 36 triliun.
Dia menilai investor kemungkinan akan mengincar tenor 10 tahun pada lelang SUN tersebut. Selain itu, investor akan melihat seri-seri baru yang ditawarkan awal tahun ini seperti seri FR102 yang akan jatuh tempo pada 15 Juli 2054.
Fikri turut melihat potensi tenor 10 tahun masih akan menjadi pilihan investor pada lelang SUN, Selasa (16/10). Hal itu karena mempertimbangkan likuiditas seiring kondisi pasar terkini.
Itu pula yang dinilai Fikri mungkin mendorong investor untuk masuk ke seri SPN dengan tenor lebih rendah sebagai pilihan sementara sebagai seri dengan tenor jangka pendek.
Baca Juga: Kemenkeu Tarik Utang Rp 407 Triliun Sepanjang 2023, Turun 41,5% dari Tahun 2022
Berdasarkan keterangan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, terdapat 7 seri SUN yang akan dilelang pekan depan. Seri-seri tersebut ialah SPN03240417 (New Issuance), SPN12250116 (New Issuance), FR0101, FR0100, FR0098, FR0097, serta FR0102.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News