Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Penentuan suku bunga The Fed dan Bank Indonesia (BI) pada pekan ini dianggap bisa menjadi angin segar bagi kinerja emiten properti di sisa tahun 2025.
Asal tahu saja, The Fed dan BI dijadwalkan akan mengumumkan suku bunga pada 17 September 2025.
The Fed diproyeksikan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps). Sementara, BI diproyeksikan akan menahan suku bunga di level 5%.
PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) pun menyambut baik era suku bunga rendah. Hermawan Wijaya, Direktur BSDE bilang, jika BI menahan suku bunga di level saat ini, maka suku bunga domestik bisa relatif stabil.
Baca Juga: Kinerja Emiten Properti Ditopang Pendapatan Berulang, Simak Rekomendasi Analis
Namun, permintaan properti akan bergantung pada bagaimana bank komersial memutuskan seberapa besar penurunan suku bunga bank KPR. Sebab, secara praktik, proses penurunan suku bunga bank KPR membutuhkan beberapa waktu.
“Menurut hasil analisis internal BSDE, kebijakan penurunan suku bunga bank sentral membutuhkan beberapa waktu hingga benar-benar terkonversi ke penurunan bunga KPR komersial,” katanya kepada Kontan, Selasa (16/9).
Hermawan menyebutkan, sekitar 80% konsumen BSDE menggunakan KPR dalam membeli produk mereka. Per semester I 2025, pendapatan penjualan aset hunian BSDE masih menjadi penopang kinerja BSDE, dengan kisaran 87%.
“Sedangkan sisanya sekitar 13% dikontribusikan oleh pendapatan berulang,” paparnya.
Baca Juga: Sentimen Positif Warnai Prospek Emiten Properti pada 2025, Simak Rekomendasi Sahamnya
Analis Phillip Sekuritas Helen Vincentia mengatakan, turunnya suku bunga The Fed yang diproyeksikan sebesar 25 bps pada pertemuan September ini dapat menjadi katalis positif bagi emiten properti.
Hal itu juga ditambah dengan adanya peluang bagi BI untuk kembali memangkas suku bunga acuan hingga sisa tahun ini.
BI rate yang juga sudah diturunkan empat kali tahun ini berpotensi meningkatkan permintaan untuk properti dengan ekspektasi turunnya suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR), sehingga lebih menarik bagi konsumen
“Lalu, suku bunga pinjaman yang lebih murah juga memungkinkan pembiayaan yang lebih murah bagi developer,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (16/9).
Head of Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia Suryanata mengatakan, penurunan suku bunga dari The Fed, akan mendorong aliran dana ke instrumen investasi yang lebih berisiko, terutama pada emerging market seperti Indonesia.
BI sendiri sudah empat kali melakukan penurunan suku bunga, kemungkinan besar BI akan menjaga spread dengan Fed Rate.
Baca Juga: Kinerja Emiten Properti Ditopang Recurring Income, Begini Rekomendasi Analis
Bunga KPR juga masih punya ruang untuk lanjut turun, terutama jika BI ikut memangkas lagi di akhir 2025 nanti. Sebab, transmisi ke suku bunga pinjaman ritel biasanya lambat, tapi pasti.
“Namun, ini juga tergantung pada masing-masing bank, karena jika terjadi penurunan KPR secara tiba-tiba margin dari bank juga akan terganggu,” katanya kepada Kontan, Selasa.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus melihat, dengan penurunan suku bunga bank sentral, ruang penurunan bunga KPR masih terbuka lebar.
Baca Juga: Pergerakan IHSG Ditopang Saham Emiten di Papan Pengembangan, Cek Rekomendasi Analis
Namun, transisi kebijakan moneter dampaknya tidak akan secepat itu.
“Setidaknya, butuh waktu tiga sampai enam bulan agar tingkat suku bunga rendah bisa memberikan vitamin tambahan bagi sektor properti,” ujarnya kepada Kontan, Selasa.
Prospek dan Rekomendasi Saham
Suku bunga BI yang sudah empat kali dipangkas di tahun 2025 ini direspons cukup baik oleh pasar.
Melansir laman Bursa Efek Indonesia (BEI), IDX Properties and Real Estate tercatat naik 16,89% sejak awal tahun alias year to date (YTD).
Sayangnya, pada Selasa (16/9), saham sejumlah emiten properti malah cenderung turun. Misalnya, PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) yang turun 1,29% hari ini dan terkoreksi 6,53% YTD.
PT Ciputra Development Tbk (CTRA) turun 0,51% pada Selasa dan juga terkoreksi 0,51% YTD. PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) turun 0,91% pada Selasa dan terkoreksi 15,16% YTD.
PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) turun 1,33% pada Selasa, tetapi sejak awal tahun saham BSDE tercatat naik 17,99% YTD.
Sebaliknya, Saham PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) naik 0,53%, tetapi terkoreksi 5,53% YTD. Saham PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) hari ini naik 0,46%, tetapi turun 8,33% YTD.
Baca Juga: Suku Bunga Turun ke 5,25%, Simak Prospek Emiten Properti
Nico melihat, pemangkasan tingkat suku bunga yang memberikan dampak positif dan meningkatkan ekspektasi pelaku pasar dan investor.
Namun, baru beberapa emiten saja yang berhasil menopang kinerja indeks tersebut. “Kalau diperhatikan, yang menopang IDX Property ada REAL, DADA, ASPI, SAGE, dan NASA, yang kenaikannya di atas 250%,” ujarnya.
Senada, Liza melihat, kenaikan IDX Properties & Real Estate sejak awal tahun juga disengat sentimen pemotongan suku bunga BI dari awal tahun sebanyak empat kali dari 6% hingga 5%, serta adanya perpanjangan insentif diskon PPN DTP.
Untuk emiten penopang kinerja indeks properti, ditopang oleh PT Maha Properti Indonesia Tbk (MPRO) milik Grup Tahir yang berkapitalisasi pasar besar dan PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK) yang naik pesat saat melantai di Bursa tahun ini.
Baca Juga: Kinerja Emiten Properti Cukup Beragam di Kuartal I 2025, Berikut Rekomendasi Analis
Kemudian, ada PT Sentul City Tbk (BKSL) yang ada perubahan manajemen dan mengerjakan beberapa proyek pemerintah, seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kesehatan yang bisa memberikan manfaat kepada perusahaan.
BSDE juga jadi penopang kinerja indeks, karena tersengat juga sentimen KEK Kesehatan, serta valuasinya yang tergolong masih murah.
Selain suku bunga, proyek dari masing-masing emiten akan menjadi penopang emiten properti ke depan.
Untuk saham-saham dengan sumber pendapatan dari penjualan hunian akan sangat sensitif dengan insentif PPN DTP dan pertumbuhan ekonomi dan demografi, seperti CTRA, BSDE, SMRA, ASRI, dan PANI.
Baca Juga: Kinerja Sejumlah Emiten Grup Sinarmas Lesu, Simak Rekomendasi Analis
“Untuk Emiten seperti PWON dengan pendapatan mayoritas disumbang recurring income, daya beli masyarakat secara umum akan menjadi pendorong,” ungkap Liza.
Liza belum memberikan rekomendasi untuk emiten properti. Sementara, Nico merekomendasikan beli untuk CTRA dan SMRA dengan target harga masing-masing Rp 1.400 per saham dan Rp 590 per saham.
Selanjutnya: Dolar AS Tertekan ke Level Terendah Multi-Bulan Jelang Keputusan Suku Bunga The Fed
Menarik Dibaca: Riset OCBC, Generasi Muda yang Investasi Emas Batangan Meningkat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News