Reporter: Yoliawan H | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat nilai aset tidak bertuan atau unclaimed aset mencapai Rp 768 miliar. Asal tahu saja, aset ini merupakan efek ataupun dana yang tercatat di KSEI yang belum dilakukan klaim dari pemilik aset tersebut. Biasanya aset ini timbul dikarenakan pihak broker maupun KSEI tidak dapat melakukan konfirmasi terkait kepemilikan aset ini karena pemilik aset tidak bisa dihubungi.
Alec Syafruddin, Direktur KSEI mengatakan, ada beberapa sebab yang dapat memunculkan aset berupa efek yang tidak bertuan antara lain karena proses pembukaan rekening efek terdahulu yang belum dilakukan secara elektronik sehingga pengkinian data terkait investor sulit dilakukan.
Penerapan scripless trading dimulai pada tahun 2000. Pada saat itu ada proses migrasi data, dimana nasabah kustodian digunakan untuk membuka sub rekening efek di KSEI.
“Pengkinian terkait pindah alamat, meninggal dan informasi terkini data dahulu yang tidak elektronik dan tidak diklaim oleh investor dalam waktu tahunan membuat jumlah aset tak bertuan ini bisa sebesar sekarang,” ujar Alec kepada Kontan.co.id, Rabu (20/3).
Sebelum sebuah efek dikategorikan dalam aset tidak bertuan, pihak broker maupun KSEI melakukan konfirmasi terlebih dahulu dan upaya pencarian pemilik aset ataupun ahli waris terkait aset tersebut. Apabila pencarian tersebut nihil maka aset tersebut masuk dikategori aset tidak bertuan.
Menurutnya, selain efek, aset tidak bertuan juga ada dalam bentuk dana atau uang tunai yang timbul salah satunya dari pembagian dividen kepada aset yang tidak bertuan tersebut. Nilai aset tidak bertuan terus berpotensi naik apabila aset tersebut tumbuh seiring dari capital gain dan dividen rutin.
Alec menambahkan, KSEI selaku regulator terus melakukan inisiatif terkait penekanan nilai aset tidak bertuan ini antara lain dengan membantu menginformasikan terkait kebenaran dari adanya rekening efek dari aset tidak bertuan ini.
Terkait nilai aset, KSEI tidak memiliki wewenang untuk memberikan informasi, KSEI hanya memberi informasi rekening sekuritas dan pihak yang ingin melakukan klaim dapat melakukan konfirmasi kepada sekuritas.
KSEI pun menekankan pentingnya akurasi data nasabah yang digunakan untuk pembuatan SID dan pembukaan sub rekening efek di KSEI. Khusus untuk imvestor individu domestik Alec memastikan sistem di KSEI akan melakukan verifikasi terlebih dahulu ke database dukcapil sebelum SID dan sub rekening efek dibuat.
Hal ini diharapkan ke depannya dapat menekan bertambahnya unclaimed asset. Dengan data yang akurat dan tersambung dengan dukcapil, sangat dimungkinkan bila nantinya disediakan layanan untuk penelusuran unclaimed asset oleh ahli waris dari pemilik efek yang sudah meninggal dunia.
“Sedang kami pikirkan bagaimana mekanismenya yang aman, terutama untuk verifikasi data hubungan pemilik efek dan ahli warisnya, agar jangan sampai disalahgunakan. Ini masih konsep, prinsipnya agar ahli waris tahu mesti ke kustodian mana mereka bisa mengurus klaim atas efek yang diwarisinya. Untuk mengetahui efek yang diwarisi dan proses klaimnya, ahli waris dapat menghubungi pihak kustodian. Proses klaim dan persyaratannya tentunya tetap mengikuti kebijakan yang berlaku di masing-masing kustodian," ujarnya.
Alex menambahkan, pihaknya juga melakukan proteksi investor dengan membekukan rekening efek dari unclaimed aset. "Gunanya untuk mencegah adanya transaksi efek tanpa sepengetahuan pemilik aset,” ujar Alec.
Terkait pemanfaatan aset tidak bertuan ini, menurut Alec semuanya masih dalam tahap pengkajian dan memerlukan dasar hukum yang tepat, misalnya terkait berapa lama aset tak bertuan berbentuk efek yang tidak bisa diklaim lagi dan dapat digunakan untuk apa saja. Karena aset tidak bertuan ini adalah hak investor tersebut.
“Secara infrastruktur, saat ini sudah sangat mudah untuk mengidentifikasi aset tersebut dari yang ingin melakukan klaim. Kemudahan ini didapat dari integrasi dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil),” ujar Alec.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News