Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Performa obligasi pemerintah pada semester II-2014 diperkirakan masih relatif berat. Tren imbal hasil (yield) tinggi masih akan berlanjut hingga akhir tahun ini.
Ekonom Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih menduga, yield surat berharga negara (SBN) bertenor 10 tahun bisa naik ke kisaran 8,5%, dibandingkan posisi Jumat (27/6) di kisaran 8,2%.
Pada Jumat (27/6), Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) mencatat, rata-rata yield obligasi pemerintah atau IGB Effective Yield Index naik 0,058% menjadi 8,35%. Sedangkan, rata-rata harga obligasi pemerintah yang ditunjukkan IGB Clean Price Index turun 0,41% menjadi 111,237.
Menurut Lana, kenaikan yield dipicu semakin banyaknya penerbitan SBN di pasaran. Maklum, untuk menutupi kenaikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemerintah menambah penerbitan SBN sebanyak 34% atau Rp 69,6 triliun dari target awal Rp 205 triliun. Jadi, total SBN yang akan diterbitkan hingga akhir 2014 menjadi Rp 274,6 triliun.
Selain itu, kata Lana, hasil pemilihan presiden (pilpres) juga bakal memengaruhi pasar obligasi. Ia menghitung, yield hanya akan tertekan ke posisi 8,3%, apabila presiden terpilih sesuai harapan pasar. Namun, jika hasil pilpres tidak memberikan confidence di pasar, yield bisa naik hingga di atas 8,5%. Pasalnya, investor asing bakal keluar dari obligasi domestik.
"Namun, yield tidak akan mencapai 9%, sebab, Bank Indonesia akan masuk ke pasar membeli obligasi pemerintah untuk mencegah fluktuasi," ungkap Lana.
Analis Fixed Income BNI Securities I Made Adi Saputra sependapat, penerbitan SBN pada semester II bakal dibayangi kenaikan yield. "Kenaikan yield bisa dipicu inflasi yang masih tinggi," ujarnya. Inflasi berpotensi melonjak karena momentum puasa, kenaikan tarif dasar listrik, serta imported inflation apabila rupiah terus melemah.
Depresiasi rupiah
Sejatinya, yield obligasi pemerintah relatif rendah sejak awal tahun ini. Bahkan, yield SBN bertenor 10 tahun sempat menyentuh level terendah tahun ini di kisaran 7,9%. Kata Lana, penurunan imbal hasil bertenor panjang tersebut mempengaruhi yield bertenor pendek yang juga ikut turun.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, rata-rata yield obligasi pemerintah seluruh tenor pada kuartal I-2014 turun 40,9 basis poin dibanding kuartal IV-2013. Rata-rata yield tenor pendek (1-4 tahun) turun paling signifikan, yaitu 49,1 basis poin. Sedangkan, yield tenor menengah (5-7 tahun), dan tenor panjang (8-30 tahun) masing-masing turun 37,77 dan 39,93 basis poin.
Namun, yield obligasi pemerintah mulai merangkak sejak memasuki kuartal II-2014. Pemicunya, depresiasi nilai tukar rupiah dan rencana penerbitan surat utang baru. "Sehingga beban pemerintah bertambah," kata Lana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News