Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - Kinerja PT Vale Indonesia Tbk (INCO) pada kuartal II-2017 masih lemah karena terpengaruh biaya bahan bakar yang lebih tinggi. Tapi analis menilai kinerja INCO di akhir tahun akan naik, sejalan dengan tren kenaikan harga nikel.
INCO membukukan rugi bersih sebesar US$ 23 juta pada kuartal II-2017. Jumlah ini lebih besar dari kerugian bersih di kuartal I-2017, yang jumlahnya US$ 8 juta.
Kurniawan Sudjatmiko, analis Ciptadana Sekuritas Asia, memaparkan dalam riset 28 Juli 2017, kerugian INCO terjadi karena cost of goods sold (COGS) atau harga pokok penjualan (HPP) yang naik 11% secara quater-on-quarter (qoq) menjadi US$ 163 juta.Kurniawan juga mencatat, meski dibanding kuartal sebelumnya pendapatan INCO naik 2,8%, namun perusahaan ini membukukan rugi kotor sebesar US$ 16 juta pada kuartal II-2017.
Jumlah rugi kotor ini lebih besar enam kali lipat dari rugi kotor pada kuartal sebelumnya yang sebesar US$ 2 juta. "INCO terbebani biaya usaha yang lebih tinggi pada kuartal dua, sehingga menyebabkan kerugian operasional yang lebih dalam," tulis Kurniawan.
Analis Indo Premier Sekuritas Frederick Daniel dalam riset 28 Juli 2017 menyebutkan rugi bersih INCO sebesar US$ 21,5 juta sepanjang semester I-2017 terjadi karena biaya bahan bakar lebih tinggi, sementara harga jual rata-rata lemah. Biaya rata-rata untuk minyak sulfur naik 3,4% qoq selama kuartal II-2017 dan naik 46,5% year-on-year (yoy) di semester I-2017. Begitu juga harga solar naik 28% yoy dan harga batubara naik 45% yoy.
Harga nikel
Frederick optimistis, kinerja INCO akan bullish, dengan asumsi harga nikel dapat mencapai US$ 11.000 per ton. Lalu, per tahun, harga nikel diperkirakan bisa naik 5%. "Perhitungan kami, break even point INCO adalah saat harga rata-rata nikel matte mencapai US$ 8.500 per ton atau harga nikel di London Metal Exchange sebesar US$ 10.625 per ton," kata Frederick.
Meski INCO mengalami kenaikan HPP, analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Yuni memprediksi, tekanan biaya bahan bakar dan pelumas akan mereda pada 2018, sejalan dengan langkah INCO yang mengonversikan bahan bakar minyak ke batubara.
INCO berpeluang memperbaiki kinerja saat pergerakan harga nikel membaik. "Apabila harga nikel dunia bertahan di posisi saat ini, efek terhadap average selling price (ASP) INCO akan sangat terasa di kuartal IV-2017," kata Yuni, Senin (4/9).
Di sisi lain, Yuni bilang volume penjualan dan produksi INCO tidak mengalami perbaikan yang signifikan sejak 2016. Bahkan produksi nikel INCO turun 4,4%. Ia memperkirakan produksi nikel INCO tahun ini 77.000 ton.
Yuni memprediksi, pendapatan INCO bisa naik 7,9% menjadi US$ 630 juta tahun ini. Sedangkan laba bersih sebanyak US$ 8 juta. Ia merekomendasikan hold saham INCO dengan target Rp 2.560.
Frederick merekomendasikan buy dengan target Rp 2.800. Kurniawan merekomendasikan hold dengan target Rp 2.170. Kemarin, saham INCO ditutup di Rp 3.010 per saham, naik 1,35% dibanding akhir pekan lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News