Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga saham emiten blue chip PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) pada Selasa (18/10) melemah 3,49% dalam sehari di level Rp 8.300 per saham. Penurunan harga saham emiten berkode BBCA ini menurut Maybank Sekuritas Indonesia, Jeffrosenberg Chenlim dan Faiq Asad menjadi peluang tersendiri.
Jeffrosenberg dalam riset 18 Maret 2025 memaparkan, secara fundamental saham BBCA masih menarik. Karena itu, dia mempertahankan rekomendasi beli untuk saham BBCA dengan target harga Rp 11.675 per saham. Target harga dan rekomendasi saham BBCA tersebut berdasarkan rasio PBV tahun 2025 sebesar 4,8 kali.
Maybank juga melihat, keuntungan yang diperoleh BBCA masih solid berkat biaya dana yang rendah, likuiditas yang kuat, dan kualitas aset yang terjaga dengan baik. "Meskipun manajemen tetap berhati-hati dalam ekspansi, kami percaya BBCA akan terus mengalami pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan," tulis Jeffrosenberg dalam riset.
Kinerja BCA dalam dua bulan pertama tahun 2025 masih tumbuh. Ini nampak dari laba bersih BCA yang mencapai Rp 9 triliun, tumbuh 8,4% secara tahunan, didorong oleh laba operasional pra-penyisihan alias pre-provision operating profit (PPOP) yang tumbuh 8,6% secara tahunan.
Profitabilitas operasional BBCA juga masih positif. Ini nampak dari NIM BBCA di 5,7% atau naik 22bps secara tahunan. Pendapatan non-bunga juga tumbuh 7,5% secara tahunan serta pertumbuhan biaya operasional yang lebih lambat yakni hanya naik 2,3% secara tahunan. Selain itu, beban bunga BCA juga menurun 1,6% secara tahunan, sementara pendapatan bunga terus tumbuh stabil 5% secara tahunan.
Pertumbuhan kredit BBCA pada dua bulan di 2025 pun sangat baik, tumbuh 14% secara tahunan. Angka ini melampaui pertumbuhan kredit industri. "Kami memperkirakan pertumbuhan kredit ini akan terus didorong oleh pinjaman komersial, korporasi, dan konsumen. Namun, kami percaya bahwa laju pertumbuhan kredit akan melambat seiring dengan fokus bank pada peningkatan hasil pinjaman (lending yield) ketimbang volume pinjaman," ujar Jeffrosenberg. Akibatnya, NIM BBCA di tahun ini diperkirakan meningkat.
Ke depan, Jeffrosenberg memperkirakan BBCA akan tetap tangguh meskipun ada ketidakpastian makroekonomi. Dia menyebut, BBCA memiliki posisi likuiditas yang kuat dengan biaya dana yang rendah. "Fokus strategis bank pada aset dengan hasil yang lebih tinggi akan meningkatkan keuntungan lebih lanjut, sementara kualitas aset yang kokoh diperkirakan akan mengendalikan fluktuasi biaya kredit sehingga bisa menghasilkan profil risiko yang lebih stabil," papar dia.
Menurut Jeffrosenberg, risiko BBCA adalah penurunan kualitas pinjaman dan kenaikan biaya operasional yang signifikan.
Selanjutnya: IHSG Ambruk di Tengah Penguatan Bursa Asia, Berikut Faktor Pemicunya
Menarik Dibaca: Promo Kopi Kulo Ramadhan Treats 11-24 Maret 2025, Bundle Spesial Mulai Rp 36.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News