kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Harga minyak tetap dalam tren bullish meski berpotensi tergelincir


Jumat, 21 September 2018 / 20:41 WIB
Harga minyak tetap dalam tren bullish meski berpotensi tergelincir
ILUSTRASI. Lapangan minyak di Libya


Reporter: Grace Olivia | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mendekati hari pertemuan negara-negara produsen minyak dunia alias OPEC, Minggu (23/9) nanti, harga minyak dunia terus menguat. Harga komoditas energi ini bahkan kian mendekati US$ 71 per barel, level yang selama ini dianggap sebagai resisten kuatnya.

Faisyal, analis Monex Investindo Futures, masih berpandangan positif terhadap tren harga minyak West Texas Intermediate (WTI) sampai akhir tahun. Kendati demikian, investor sebaiknya juga tetap mengantisipasi sejumlah sentimen negatif yang berpotensi menghambat penguatan harga lebih tinggi lagi.

Pertama, menurutnya, harga minyak masih bergantung pada tingkat produksi maupun kondisi inventoris minyak mentah Amerika Serikat (AS). Energy Information Administration (EIA) mencatat pekan ini inventoris minyak AS mengalami penurunan sebesar 2,1 juta barel, namun sebaliknya American Petroleum Institute (API) justru mengumumkan adanya kenaikan cadangan hingga 1,25 juta barel.

"Data inventoris minyak AS minggu ini cenderung bervariasi, jadi sekarang bergantung ke data jumlah rig aktif yang beroperasi rilisan Baker Hughes malam ini," ujar Faisyal. Menurutnya, jika ada peningkatan jumlah rig aktif, harga minyak berpotensi turun dari levelnya saat ini.

Selain itu, Faisyal juga masih mengantisipasi lanjutan penguatan dollar yang sangat mungkin kembali menekan harga minyak ke depan. Harga minyak juga terancam jika permintaan mengalami penurunan lantaran outlook pertumbuhan ekonomi global yang melambat.

Dus, Faisyal cenderung meyakini potensi bullish pada harga minyak sampai akhir tahun. "Bisa jadi menyentuh US$ 80 per barel kalau OPEC dan negara produsen lain tidak menambah produksi di luar pakta sebelumnya," kata Faisyal.

Segendang sepenarian, Analis Global Kapital Investama Nizar Hilmy berpendapat saat ini sentimen pengurangan pasokan akibat sanksi Iran masih lebih dominan ketimbang sentimen penguatan dollar AS bagi harga minyak. "Selama dollar tidak loncat jauh seperti ketika krisis Turki kemarin, sepertinya tidak akan menekan dalam harga minyak. Setidaknya masih dalam rentangnya selama ini US$ 67 - US$ 71 per barel," tandas Nizar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×