Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mencoba rebound setelah kemarin turun tajam. Kamis (2/2) pukul 7.40 WIB, harga minyak WTI kontrak Maret 2023 di New York Mercantile Exchange (Nymex) menguat 0,84% ke US$ 77,05 per barel.
Kemarin, harga minyak acuan Amerika Serikat (AS) ini menukik 3,11% ke US$ 76,41 per barel dari sebelumnya US$ 78,87 per barel setelah Energy Information Administration (EIA) AS melaporkan peningkatan besar dalam persediaan minyak mentah dan bahan bakar AS. Sedangkan harga minyak Brent kontrak April 2023 di ICE Futures kemarin melorot 3,07% ke US$ 82,84 per barel.
Persediaan minyak mentah dan bahan bakar AS naik minggu lalu ke level tertinggi sejak Juni 2021. EIA menyebut, kenaikan persediaan ini terjadi karena permintaan masih lemah.
Persediaan minyak mentah naik 4,1 juta barel dalam pekan yang berakhir 27 Januari menjadi 452,7 juta barel. Kenaikan ini jauh lebih curam daripada prediksi dalam jajak pendapat Reuters yang meramalkan kenaikan 0,4 juta barel. Itu adalah kenaikan mingguan keenam berturut-turut, karena pemanfaatan penyulingan menurun dan impor bersih naik.
Baca Juga: Harga Emas Melonjak Setelah Kenaikan Bunga The Fed
"Pasar bereaksi terhadap laporan yang menunjukkan tidak ada permintaan minyak mentah atau bahan bakar," kata John Kilduff, partner di Again Capital LLC di New York kepada Reuters.
Federal Reserve menaikkan target suku bunga sebesar seperempat persentase poin pada hari Rabu, dan menjanjikan peningkatan suku bunga berkelanjutan sebagai bagian dari pertempuran yang masih belum terselesaikan melawan inflasi.
"Inflasi agak mereda tetapi tetap tinggi," kata bank sentral AS dalam sebuah pernyataan. The Fed mengakui kemajuan yang dibuat dalam menurunkan laju kenaikan harga dari level tertinggi 40 tahun yang dicapai tahun lalu.
Baca Juga: Wall Street Menguat Setelah Kenaikan Suku Bunga, S&P 500 Tertinggi Sejak Agustus
Harga minyak ditopang oleh keputusan OPEC dan sekutunya untuk bertahan pada kebijakan produksi mereka. Menteri dari kelompok produsen OPEC+ yang terdiri dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu termasuk Rusia mempertahankan kebijakan produksi mereka tidak berubah pada hari Rabu (1/2).
Produksi minyak OPEC turun pada Januari karena ekspor Irak turun dan produksi Nigeria tidak pulih. Produksi 10 anggota OPEC 920.000 barel per hari di bawah volume yang ditargetkan OPEC+, menurut survei Reuters.
Kekurangan dari target tersebut lebih besar dari defisit 780.000 bpd pada bulan Desember.
Sementara itu, Wakil Perdana Menteri Rusia mengatakan dia memperkirakan permintaan minyak akan meningkat karena aktivitas ekonomi China.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News