Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - Harga minyak mengalami kenaikan pada Senin setelah Amerika Serikat memberlakukan sanksi baru terhadap Iran serta adanya komitmen Irak untuk mengompensasi kelebihan produksi dalam kelompok OPEC+.
Faktor-faktor ini menambah kekhawatiran akan ketatnya pasokan minyak dalam jangka pendek dan membantu pasar pulih dari penurunan tajam yang terjadi pada Jumat.
Mengutip Reuters, Selasa (25/2/2025), minyak mentah Brent naik 35 sen atau 0,5% menjadi US$ 74,78 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS meningkat 30 sen atau 0,4% menjadi US$ 70,70 per barel.
Baca Juga: Harga Minyak Naik akibat Gangguan Pasokan Selasa (18/2), Brent ke US$75,84
Sebelumnya, pada Jumat, Brent mencatat penutupan terendah sejak 6 Februari, sementara WTI mencapai level penutupan terendah sepanjang tahun ini.
Pada Senin, Departemen Keuangan AS menerapkan putaran sanksi baru yang menargetkan industri minyak Iran, termasuk pialang, operator tanker, dan pengirim yang menjual serta mengangkut minyak bumi Iran.
Meski demikian, analis UBS Giovanni Staunovo menyatakan bahwa dampak sanksi ini terhadap harga minyak masih perlu dibuktikan, mengingat ekspor minyak mentah Iran tetap tinggi.
Sementara itu, Irak menegaskan kembali komitmennya terhadap perjanjian pasokan OPEC+. Negara tersebut berencana mengajukan strategi terbaru untuk mengompensasi kelebihan produksi dalam beberapa bulan terakhir.
Baca Juga: Harga Minyak Naik Akibat Gangguan Produksi di Ladang Sverdrup, WTI ke US$68,41
Pada Minggu, Irak mengumumkan akan mengekspor 185.000 barel per hari dari ladang minyak Kurdistan melalui jaringan pipa Irak-Turki setelah pengiriman kembali dilakukan.
Analis Commodity Context, Rory Johnston, menyatakan bahwa harga minyak kemungkinan akan pulih dari aksi jual tajam sebelumnya. Ekspektasi dimulainya kembali ekspor Irak utara serta perkembangan terkait perang Ukraina telah menyebabkan harga minyak turun lebih dari US$ 2 pada sesi sebelumnya.
Selain itu, struktur pasar menunjukkan indikasi ketatnya pasokan jangka pendek, dengan premi harga minyak mentah Brent berjangka bulan depan terhadap kontrak bulan berikutnya mencapai titik tertinggi sejak 11 Februari.
Namun, beberapa analis memperingatkan bahwa harga minyak masih berpotensi tertekan. Perundingan untuk mengakhiri perang Ukraina dapat membuka peluang masuknya lebih banyak minyak Rusia ke pasar.
Baca Juga: Harga Minyak Naik Kembali, Penurunan Stok AS dan Badai Picu Kekhawatiran Pasokan
Selain itu, serangkaian kebijakan tarif AS juga berpotensi membebani aktivitas ekonomi dan menurunkan permintaan minyak mentah.
Presiden AS Donald Trump pada Senin menyatakan bahwa AS hampir mencapai kesepakatan mineral dengan Ukraina dalam perundingan bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Pembahasan ini mencakup prospek penyelesaian konflik Ukraina meskipun masih terdapat perbedaan pandangan mengenai langkah yang harus diambil.
Selain itu, Trump juga mengonfirmasi bahwa AS sedang mempertimbangkan penerapan tarif terhadap Kanada dan Meksiko.
Ia menegaskan bahwa Washington berada dalam posisi 'tepat waktu' terkait kebijakan tersebut, mengingat tenggat waktu penghentian sementara tindakan tarif akan segera berakhir minggu depan.
Baca Juga: Harga Minyak Naik Terdorong Stimulus Baru dari China dan Ketegangan Timur Tengah
Analis Mizuho, Robert Yawger, menambahkan bahwa pasar minyak saat ini tengah menunggu peristiwa besar berikutnya yang dapat berdampak signifikan.
"Kami baru saja membersihkan ruang untuk perdagangan yang lebih rendah, dan saya akan berhati-hati jika menjadi pembeli di pasar saat ini," ujarnya.
Selanjutnya: Musim Semi TUKS-Tersus, Berkah atau Musibah?
Menarik Dibaca: 4 Manfaat Puasa Ramadan bagi Penderita Asam Lambung, Ampuh Cegah Kambuh!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News