Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Harga minyak mencatat kenaikan tipis pada Jumat (2/5), setelah China menyatakan kesiapan untuk menggelar pembicaraan dengan Amerika Serikat (AS) terkait tarif perdagangan.
Pernyataan tersebut memunculkan harapan akan meredanya perang dagang antara dua ekonomi terbesar sekaligus konsumen minyak terbesar di dunia.
Melansir Reuters, pukul 15.04 WIB, harga minyak Brent naik 9 sen atau 0,1% menjadi US$62,22 per barel.
Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik 6 sen atau 0,1% ke posisi US$59,30 per barel.
Baca Juga: Harga Minyak Menguat 0,6%, China Terbuka Lakukan Perundingan Dagang dengan AS
Secara mingguan, Brent masih berada di jalur penurunan 7%, sementara WTI telah melemah 6%—penurunan mingguan terbesar dalam sebulan terakhir.
Kementerian Perdagangan China pada Jumat menyatakan tengah mengevaluasi proposal dari Washington untuk menggelar dialog yang bertujuan mengatasi kebijakan tarif luas yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump.
Pernyataan ini memberi sinyal potensi perbaikan hubungan dagang yang sempat mengguncang pasar global.
Kekhawatiran bahwa konflik dagang berkepanjangan dapat menyeret ekonomi global ke jurang resesi dan menekan permintaan minyak, telah menjadi faktor utama pelemahan harga dalam beberapa pekan terakhir. Apalagi, OPEC+ tengah bersiap untuk menaikkan produksi.
“Ada sedikit optimisme dalam hubungan dagang AS-China, tapi sinyalnya masih sangat tentatif,” kata Harry Tchilinguirian, Kepala Riset Grup Onyx Capital.
“Situasinya masih sangat cair, seperti satu langkah maju tapi dua langkah mundur dalam isu tarif.”
Baca Juga: Harga Minyak Terkoreksi umat (2/5) Pagi, Dibayangi Potensi Kenaikan Pasokan OPEC+
Harga minyak juga mendapat dukungan dari ancaman Presiden Trump untuk menjatuhkan sanksi sekunder kepada negara-negara yang masih membeli minyak Iran. China merupakan importir terbesar minyak Iran.
Pernyataan Trump muncul setelah AS menunda pembicaraan dengan Iran mengenai program nuklirnya.
Sebelumnya, Trump menghidupkan kembali kebijakan "tekanan maksimum" terhadap Iran, termasuk upaya menghentikan ekspor minyak negara tersebut guna mencegah pengembangan senjata nuklir.
Harga minyak sempat naik hampir 2% pada akhir sesi Kamis (1/5) setelah pernyataan Trump, menghapus sebagian kerugian yang terjadi sebelumnya akibat ekspektasi tambahan pasokan dari OPEC+.
Baca Juga: Ketidakpastian Tinggi, Harga Minyak WTI dan Brent Kompak Turun pada Rabu (30/4)
Reuters sebelumnya melaporkan bahwa Arab Saudi, sebagai pemimpin de facto OPEC+, memberi sinyal tidak akan lagi menahan harga minyak dengan pemangkasan pasokan tambahan.
Beberapa negara anggota OPEC+ disebut akan mendorong percepatan kenaikan produksi dalam pertemuan bulan Juni—untuk bulan kedua berturut-turut.
Delapan negara anggota OPEC+ dijadwalkan bertemu pada 5 Mei mendatang untuk merumuskan rencana produksi bulan Juni.
“Dengan pasokan dari luar OPEC+ yang terus meningkat dan pertumbuhan permintaan global yang melambat secara struktural, kami melihat tidak ada titik masuk alami untuk tambahan pasokan ini. Pada akhirnya, OPEC+ kemungkinan harus menerima tekanan harga, terlepas dari kapan mereka melepas pemangkasan produksi,” tulis lembaga riset BMI dari Fitch dalam catatannya.
Selanjutnya: Kebijakan ASN Wajib Naik Transportasi Umum, Efektif Urai Kemacetan Jakarta?
Menarik Dibaca: Ingin Dapat Dividen Rp 1.484? Kesempatan Beli Saham UNTR hingga 6 Mei 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News