kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.491.000   15.000   1,02%
  • USD/IDR 15.835   20,00   0,13%
  • IDX 7.196   61,44   0,86%
  • KOMPAS100 1.106   12,55   1,15%
  • LQ45 877   9,19   1,06%
  • ISSI 220   3,21   1,48%
  • IDX30 449   5,23   1,18%
  • IDXHIDIV20 541   5,82   1,09%
  • IDX80 127   1,64   1,31%
  • IDXV30 135   1,63   1,22%
  • IDXQ30 149   1,31   0,89%

Harga minyak kembali mengalami penurunan di awal pekan ini, Senin (30/9)


Senin, 30 September 2019 / 15:54 WIB
Harga minyak kembali mengalami penurunan di awal pekan ini, Senin (30/9)
ILUSTRASI. Kilang minyak di Basra, Irak


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak kembali mengalami penurunan di awal pekan ini, Senin (30/9). Kondisi geopolitik Timur Tengah mendinginkan minyak.  

Analis mengatakan, pengaruh harga minyak yang mengalami koreksi terfokus pada situasi di Timur Tengah.

Mengutip dari Bloomberg pada pukul 15.12 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange (Nymex) mengalami penurunan sebesar 0,47% sehingga berada di level US$ 55.65 per barel.

Baca Juga: Sempat melonjak, harga minyak kembali ke harga rata-rata kuartal ketiga

Analis Asia Trade Futures Deddy Yusuf berpendapat bahwa pergerakan harga minyak masih stabil. Berdasarkan fundamental yang ada, Deddy bahkan menilai harga minyak bisa terkoreksi. “Harga minyak sih saat ini belum kemana-mana dan sampai sejauh ini masih ada beragam sentimen” ujar Deddy.

Deddy mengatakan faktor kondisi politik di Timur Tengah menjadi salah satu sentimen yang menahan kenaikan harga minyak. Kondisi terakhir mengatakan, Presiden Iran Hassan Rouhani membuka peluang perundingan dengan Amerika Serikat (AS) dengan syarat Amerika Serikat (AS) mencabut semua sanksi terhadap Iran.

Hanya saja, respon presiden AS Donald Trump mengisyaratkan bahwa AS menolak syarat tersebut. “Pernyataan Trump tersebut mengikis ekpetasi bahwa AS dan Iran ini bisa memiliki hubungan yang membaik,” tutur Deddy.

Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim memiliki pendapat lain terkait pertemuan Iran dan AS. Ia mengatakan peluang terjadinya pertemuan tersebut cukup besar meskipun Trump memberi pernyataan bahwa AS tidak akan mencabut sanksi terhadap Iran.

Baca Juga: Ada kekhawatiran resesi global, harga minyak terkoreksi pada perdagangan Jumat pagi

"Kita tahu sendiri Trump mempunyai sikap yang selalu berubah-ubah, oleh karena itu pasar lebih mendukung presiden Iran untuk menghadirkan solusi dalam masalah Timur Tengah," ujar Ibrahim.

Ibrahim menilai penurunan juga dikarenakan ketegangan yang mulai mereda di Timur Tengah. Ia bilang Arab Saudi berencana melakukan gencatan senjata terhadap Yaman.

"Gencatan senjata ini menyebabkan ketegangan di Timur Tengah ini memudar dan menekan kenaikan harga minyak," jelas Ibrahim.

Deddy dan Ibrahim sepakat bahwa perbaikan kilang minyak Aramco yang diserang beberapa pekan lalu memiliki perkembangan yang baik.  Deddy bilang pemerintah Arab Saudi melakukan perbaikan yang lebih cepat dari perkiraan.

Hal ini tentu memberi pengaruh produksi minyak di Arab Saudi bisa kembali normal. Ibrahim bilang produksi minyak yang kembali normal ini menyebabkan harganya kembali menurun.

Deddy juga mengatakan bahwa badan energi internasional pernah menyampaikan bahwa permintaan minyak hingga akhir tahun memiliki potensi penurunan.

Permintaan yang menurun ini tentu menjadi sentimen negatif bagi harga minyak di pasar minyak dunia, “Berdampak negatif bagi harga minyak sehingga sampai akhir tahun harga minyak masih akan bergulir di US$ 52 - US$ 58 per barel,” jelas Deddy.

Baca Juga: Harga minyak kembali rebound pada perdagangan pagi ini

Selain itu, Deddy menambahkan bahwa pergerakan harga minyak juga turut dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi terkait perang dagang antara AS dan China. Terbaru, gedung putih memberi pernyataan bahwa pemerintahan Trump berencana menyingkirkan perusahaan-perusahaan asal China yang listing di bursa saham AS.

Menurut Deddy, hal ini kembali menimbulkan ketidakpastian kesepakatan dagang antara China dan AS sembari menunggu pertemuan kedua kepala negara tersebut yang akan terjadi pertengahan bulan Oktober nanti.

“Meski sempat terdepresiasi di US$ 54 per barel pada akhir pekan lalu, bukan tidak mungkin harga minyak bisa kembali mengalami tekanan dengan sentimen yang ada,” ujar Deddy.

Baca Juga: Pasca serangan 14 September, ekspor minyak Arab Saudi turun tajam

Ibrahim juga berpendapat bahwa kondisi perang dagang turut memberi pengaruh negatif pada harga minyak. Ia bilang AS mempertimbangkan untuk membatasi aliran uang ke China. Hanya saja, sentimen di Timur Tengah lebih mendominasi pergerakan minyak saat ini.

Dari sisi teknikal sendiri, Deddy menyampaikan bahwa harga minyak berada di atas MA50 namun di bawah MA100 dan MA200 serta MACD yang berada di area positif. Selain itu, RSI berada di area 47 cenderung melemah dan stochastic di area 31 dengan potensi melemah.

Deddy menilai indikator-indikator ini masih mengindikasikan bahwa harga minyak berada di area terkonsolidasi. Untuk esok hari, Deddy memperkirakan harga minyak akan berada di kisaran US$ 55.40 - US$ 56.90 per barel. Sedangkan Ibrahim menebak harga minyak berada di kisaran US$ 54.73 - US$ 57.20 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective [Intensive Boothcamp] Financial Statement Analysis

[X]
×