Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Yudho Winarto
Permintaan yang menurun ini tentu menjadi sentimen negatif bagi harga minyak di pasar minyak dunia, “Berdampak negatif bagi harga minyak sehingga sampai akhir tahun harga minyak masih akan bergulir di US$ 52 - US$ 58 per barel,” jelas Deddy.
Baca Juga: Harga minyak kembali rebound pada perdagangan pagi ini
Selain itu, Deddy menambahkan bahwa pergerakan harga minyak juga turut dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi terkait perang dagang antara AS dan China. Terbaru, gedung putih memberi pernyataan bahwa pemerintahan Trump berencana menyingkirkan perusahaan-perusahaan asal China yang listing di bursa saham AS.
Menurut Deddy, hal ini kembali menimbulkan ketidakpastian kesepakatan dagang antara China dan AS sembari menunggu pertemuan kedua kepala negara tersebut yang akan terjadi pertengahan bulan Oktober nanti.
“Meski sempat terdepresiasi di US$ 54 per barel pada akhir pekan lalu, bukan tidak mungkin harga minyak bisa kembali mengalami tekanan dengan sentimen yang ada,” ujar Deddy.
Baca Juga: Pasca serangan 14 September, ekspor minyak Arab Saudi turun tajam
Ibrahim juga berpendapat bahwa kondisi perang dagang turut memberi pengaruh negatif pada harga minyak. Ia bilang AS mempertimbangkan untuk membatasi aliran uang ke China. Hanya saja, sentimen di Timur Tengah lebih mendominasi pergerakan minyak saat ini.
Dari sisi teknikal sendiri, Deddy menyampaikan bahwa harga minyak berada di atas MA50 namun di bawah MA100 dan MA200 serta MACD yang berada di area positif. Selain itu, RSI berada di area 47 cenderung melemah dan stochastic di area 31 dengan potensi melemah.
Deddy menilai indikator-indikator ini masih mengindikasikan bahwa harga minyak berada di area terkonsolidasi. Untuk esok hari, Deddy memperkirakan harga minyak akan berada di kisaran US$ 55.40 - US$ 56.90 per barel. Sedangkan Ibrahim menebak harga minyak berada di kisaran US$ 54.73 - US$ 57.20 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News