Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak menguat tipis pada Senin (30/9) pagi. Pada pukul 7.17 WIB, harga minyak west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman November 2019 di New York Mercantile Exchange berada di US$ 56,09 per barel.
Harga minyak mentah light sweet ini menguat 0,32% jika dibandingkan dengan harga minyak pada akhir pekan lalu pada US$ 55,91 per barel. Harga minyak WTI ini mulai kembali ke kisaran rata-rata sepanjang kuartal ketiga yang ada di US$ 56,38 per barel.
Harga minyak WTI sempat melonjak US$ 62,67 per barel pada 16 September lalu ketika terjadi serangan drone pada fasilitas minyak Saudi Aramco.
Baca Juga: Lebih 50% keluarga terkaya di dunia percaya resesi akan tiba
Sementara harga minyak brent untuk pengiriman November 2019 di ICE Futures berada di US$ 62,12 per barel, menguat 0,34% jika dibandingkan dengan harga penutupan akhir pekan lalu.
Harga minyak acuan internasional ini pun bergerak di sekitar harga rata-rata kuartal ketiga pada US$ 61,68 per barel. Harga tertinggi minyak brent kuartal ketiga juga tercapai pada 16 September lalu pada level US$ 69,02 per barel.
Akhir pekan lalu, Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan, Amerika Serikat (AS) menawarkan penghapusan semua sanksi Iran untuk memulai negosiasi. Tapi, Presiden AS donald Trump mengatakan bahwa dia menolak permintaan Iran.
Baca Juga: Defisit APBN 2019 berpotensi melebar, ini faktor pemicunya
Sementara dari Arab Saudi, Wall Street Journal melaporkan bahwa Saudi menyetujui gencatan senjata di Yaman. Informasi ini mengutip sumber anonim.
"Saudi menjadi pusat perhatian dan penyebab volatilitas harga sepanjang bulan ini, baik secara harian maupun mingguan," kata Jim Ritterbusch dari Ritterbusch and Associates kepada Reuters.
Sumber Reuters mengatakan bahwa Saudi telah memulihkan kapasitas produksi 11,3 juta barel per hari pada saat ini. Saudi Aramco belum mengonfirmasi pemulihan sepenuhnya produksi minyak yang terpangkas setengah ketika terjadi serangan.
International Energy Agency (IEA) mengatakan akan memangkas prediksi permintaan minyak global untuk tahun 2019 dan 2020 jika ekonomi global melemah lebih lanjut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News