Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Harga minyak memperpanjang kenaikan pada Jumat (1/11), meningkat lebih dari US$1 per barel setelah adanya laporan bahwa Iran bersiap melakukan serangan balasan terhadap Israel dari wilayah Irak dalam beberapa hari mendatang.
Harga minyak mentah Brent naik US$1,39, atau 1,9%, menjadi US$74,20 per barel pada pukul 07.36 GMT. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik US$1,44, atau 2,1%, menjadi US$70,70 per barel.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Memanas, Iran Bersiap Serang Israel
Menurut laporan Axios yang mengutip dua sumber anonim dari Israel, intelijen Israel menunjukkan bahwa Iran berencana menyerang Israel dengan sejumlah besar drone dan rudal balistik dari wilayah Irak, kemungkinan sebelum pemilihan presiden AS pada 5 November.
Situasi ini memperbesar kemungkinan terjadinya ketegangan tambahan sebelum pemilu AS, menurut analis SEB Research, Ole Hvalbye.
Harga minyak juga didukung oleh harapan bahwa OPEC+ mungkin akan menunda peningkatan produksi minyak yang dijadwalkan pada Desember, menurut empat sumber yang dekat dengan OPEC pada Rabu.
Penundaan ini diambil dengan mempertimbangkan lemahnya permintaan minyak dan peningkatan pasokan. Keputusan bisa diambil paling cepat minggu depan, kata dua di antara mereka.
Baca Juga: Harga Minyak Naik Seiring Meningkatnya Permintaan Bahan Bakar dan Putusan OPEC+
Namun, harga minyak berada di jalur penurunan mingguan lebih dari 1%, kesulitan pulih dari penurunan 6% pada Senin setelah serangan Israel terhadap militer Iran pada 26 Oktober yang tidak mengganggu fasilitas minyak dan nuklir serta tidak mengganggu pasokan energi.
Hvalbye menyebutkan bahwa meskipun situasi di Timur Tengah dapat bereskalasi lebih cepat dari yang diperkirakan, baik Israel maupun Iran tampaknya enggan memulai perang regional penuh.
“Setiap respons tambahan dari Iran mungkin akan tetap terbatas, mirip dengan serangan terbatas Israel akhir pekan lalu, yang lebih dimaksudkan sebagai demonstrasi kekuatan daripada undangan untuk perang terbuka,” katanya.
Analis dari IG Tony Sycamore, menyatakan bahwa minggu depan akan penuh ketidakpastian menjelang pemilihan AS dan pertemuan Komite Tetap NPC di Tiongkok.
“Saya pikir ini akan sangat tergantung pada siapa yang memenangkan pemilihan AS dan detail stimulus fiskal, jika ada, yang diumumkan dalam pertemuan NPC,” tambahnya.
Baca Juga: Ini Katalis Pendorong Penguatan Harga Minyak Dunia di Akhir Pekan Ini
Wakil Presiden Kamala Harris dan mantan Presiden Donald Trump memiliki pandangan berbeda mengenai Iran dan Rusia, yang dapat menyebabkan perubahan kebijakan AS terhadap produsen minyak, menurut analis.
Di China, aktivitas manufaktur kembali tumbuh pada Oktober, menurut survei sektor swasta pada Jumat, yang memperkuat survei resmi pada Kamis yang menunjukkan ekspansi manufaktur pertama dalam enam bulan terakhir.
Kedua survei ini menunjukkan bahwa langkah-langkah stimulus mulai berdampak positif.
"Komposisi pertumbuhan masih akan lebih fokus ke dalam negeri daripada ekspansi pra-COVID di China, mengingat kontraksi yang berlanjut di sektor konstruksi perumahan dan peran terbatas investasi infrastruktur," kata analis Goldman Sachs dalam sebuah catatan.
Baca Juga: Iran Siapkan Serangan ke Israel dari Wilayah Irak dalam Beberapa Hari Mendatang
Persediaan bensin AS turun tak terduga ke level terendah dalam dua tahun terakhir karena meningkatnya permintaan, menurut Badan Informasi Energi AS (EIA) pada Rabu.
Persediaan minyak mentah juga mencatat penurunan mendadak karena penurunan impor.
Produsen minyak terbesar dunia memompa rekor tertinggi bulanan 13,4 juta barel per hari pada Agustus, menurut laporan EIA.
Selanjutnya: Realisasi Konsumsi BBM Subsidi Capai 72%, BPH Migas Pastikan Kuota Mencukupi
Menarik Dibaca: Daerah Ini Hujan Petir, Cek Prediksi Cuaca Besok (2/11) di Jawa Timur
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News