Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Harga minyak melonjak pada Kamis (310) karena kekhawatiran meningkat bahwa konflik regional di Timur Tengah yang semakin meluas dapat mengganggu aliran minyak mentah global.
Melansir Reuters, harga minyak mentah Brent ditutup naik US$3,72 atau 5,03% menjadi US$77,62 per barel.
Sedangkan, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga naik US$3,61 atau 5,15% menjadi US$73,71 per barel.
Baca Juga: Wall St Ditutup Turun Kamis (3/10), Menjelang Laporan Data Ketenagakerjaan
Harga minyak Brent sempat mencapai titik tertinggi intraday sebesar US$77,89 per barel. Sementara WTI mencapai puncak US$73,97 per barel, keduanya mencatat harga tertinggi dalam sebulan terakhir.
Kekhawatiran pasar meningkat seiring kemungkinan bahwa Israel mungkin menargetkan infrastruktur minyak Iran, yang dapat memicu serangan balasan.
Ketika ditanya pada Kamis apakah ia akan mendukung Israel menyerang fasilitas minyak Iran, Presiden AS Joe Biden mengatakan kepada wartawan, "Kami sedang membahas hal itu."
Baca Juga: IEA Memperkirakan Permintaan Gas akan Capai Rekor Pada Tahun 2025
Namun, ia menambahkan, "Tidak akan ada yang terjadi hari ini."
Pentagon menyatakan sedang berdiskusi dengan pejabat Israel mengenai kemungkinan respons terhadap serangan rudal Iran, tetapi menolak memberikan rincian lebih lanjut.
"Kami tentu saja berbicara dengan mereka tentang tanggapan mereka, tetapi apa yang mungkin menjadi tanggapan mereka, saya tidak akan berspekulasi lebih lanjut. Namun, kami terus terlibat dengan mereka," kata juru bicara Pentagon, Sabrina Singh.
Iran, yang merupakan anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), memproduksi sekitar 3,2 juta barel per hari atau 3% dari produksi global.
Baca Juga: Harga Minyak Naik Tersulut Kekhawatiran Konflik, Pasokan Melimpah Membatasi Kenaikan
“Ini akan benar-benar menguji ketahanan pasar karena sejauh ini risiko terhadap pasokan cenderung dianggap sepele, karena tidak ada gangguan. Namun, ini bisa menjadi titik balik,” kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group.
Ada kekhawatiran bahwa eskalasi lebih lanjut bisa membuat Iran memblokir Selat Hormuz atau menyerang infrastruktur Saudi, seperti yang terjadi pada 2019, kata analis Panmure Gordon, Ashley Kelty.
Selat Hormuz adalah titik kunci logistik di mana seperlima dari pasokan minyak harian dunia melintas.
“Kami memperkirakan harga minyak di kuartal keempat 2024 sebesar US$75 per barel sebelum berita ini muncul, tetapi jika serangan ini benar-benar terjadi, harga bisa rata-rata mendekati US$78 hingga US$80 per barel,” ujar analis StoneX, Alex Hodes, dalam sebuah catatan pada Kamis.
Para menteri dari negara-negara Arab Teluk dan Iran menghadiri pertemuan negara-negara Asia yang diadakan oleh Qatar untuk membahas upaya meredakan ketegangan antara Israel dan Iran, menurut tiga sumber yang dikutip oleh Reuters pada Kamis.
Negara-negara Arab Teluk berusaha meyakinkan Iran tentang netralitas mereka dalam konflik ini karena khawatir kekerasan lebih lanjut bisa mengancam fasilitas minyak di kawasan Teluk, menurut dua sumber tersebut.
Baca Juga: Antisipasi Kenaikan Harga Minyak, Prabowo Akan Ubah dan Terbitkan APBN-P 2025
Konflik Semakin Memanas
Militer Israel pada Kamis meminta penduduk di lebih dari 20 kota di Lebanon selatan untuk segera mengungsi dari rumah mereka, seiring dengan serangan terhadap target-target Hezbollah yang didukung Iran di pinggiran Beirut.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa Iran akan membayar atas serangan rudalnya terhadap Israel pada Selasa.
Sementara itu, Teheran menyatakan bahwa setiap balasan akan dihadapi dengan "kehancuran besar," meningkatkan ketakutan akan perang yang lebih luas.
"Konflik yang semakin intens di Timur Tengah ini menimbulkan kekhawatiran besar terhadap pasokan di pasar minyak mentah global," kata Claudio Galimberti, kepala ekonom di Rystad Energy, dalam sebuah catatan pada Kamis.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Naik Kamis (3/10) Pagi, Tersulut Konflik di Timur Tengah
"Potensi gangguan pasokan – khususnya, tetapi tidak terbatas pada Iran – meningkat seiring dengan intensifikasi pertempuran," tambahnya.
Perusahaan Minyak Nasional Libya (NOC) mencabut force majeure di semua ladang minyak dan terminalnya, yang kemungkinan akan mengakhiri krisis yang telah mengurangi produksi minyak secara signifikan.
Persediaan minyak mentah AS naik 3,9 juta barel menjadi 417 juta barel dalam pekan yang berakhir 27 September, menurut Badan Informasi Energi (EIA) pada Rabu, dibandingkan dengan ekspektasi penurunan 1,3 juta barel dalam jajak pendapat Reuters.
“Persediaan AS yang membengkak menambah bukti bahwa pasar memiliki pasokan yang cukup dan mampu bertahan dari gangguan apa pun,” kata para analis ANZ dalam sebuah catatan.
Kekhawatiran pasar sedikit mereda karena kapasitas cadangan minyak OPEC dan fakta bahwa hingga saat ini pasokan minyak mentah global belum terganggu oleh kerusuhan di kawasan tersebut.
OPEC memiliki kapasitas cadangan yang cukup untuk mengimbangi kemungkinan hilangnya pasokan minyak Iran sepenuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News