Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Harga minyak melonjak lebih dari 4% pada Rabu (11/6), menyentuh level tertinggi dalam lebih dari dua bulan setelah muncul laporan bahwa Amerika Serikat (AS) tengah bersiap mengevakuasi kedutaan besarnya di Irak karena meningkatnya risiko keamanan di kawasan Timur Tengah.
Melansir Reuters, harga minyak Brent ditutup naik US$2,90 atau 4,34% menjadi US$69,77 per barel.
Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik US$3,17 atau 4,88% ke level US$68,15 per barel. Keduanya menyentuh level tertinggi sejak awal April.
Baca Juga: Harga Minyak Bergerak Turun Rabu (11/6), Tunggu Kepastian Kesepakatan Dagang AS-China
Kenaikan tajam ini terjadi setelah para pedagang terkejut oleh laporan bahwa AS tengah bersiap mengevakuasi kedutaannya di Irak, yang merupakan produsen minyak terbesar kedua di OPEC setelah Arab Saudi.
Seorang pejabat AS juga mengatakan bahwa keluarga militer juga dapat meninggalkan Bahrain.
"Pasar tidak menduga akan muncul risiko geopolitik sebesar ini," kata Phil Flynn, analis di Price Futures Group.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Iran Aziz Nasirzadeh menyatakan bahwa Teheran akan menyerang pangkalan AS di kawasan jika negosiasi nuklir gagal dan terjadi konflik dengan Washington.
Presiden AS Donald Trump juga mengatakan bahwa ia kurang yakin Iran akan setuju untuk menghentikan pengayaan uranium dalam kesepakatan nuklir dengan Washington, menurut wawancara yang dirilis Rabu.
Baca Juga: Harga Minyak Ditutup Melemah Selasa (10/6), Brent ke US$66,87 dan WTI ke US$64,98
Ketegangan yang terus berlangsung dengan Iran mengindikasikan bahwa pasokan minyak dari negara tersebut kemungkinan akan tetap dibatasi oleh sanksi.
Meski demikian, pasokan global tetap diperkirakan naik seiring rencana OPEC+ untuk meningkatkan produksi minyak sebesar 411.000 barel per hari pada Juli, melanjutkan pelonggaran pembatasan produksi selama empat bulan berturut-turut.
“Permintaan minyak yang lebih tinggi di negara-negara anggota OPEC+ terutama Arab Saudi bisa menutupi tambahan pasokan dalam beberapa bulan ke depan dan membantu menopang harga minyak,” tulis analis dari Capital Economics, Hamad Hussain, dalam sebuah catatan.
Kabar tercapainya kesepakatan dagang antara AS dan China juga turut menjaga harga minyak tetap tinggi.
Kesepakatan ini berpotensi mendorong permintaan energi dari dua ekonomi terbesar dunia tersebut.
Trump mengatakan bahwa China akan memasok magnet dan mineral rare earth, sementara AS akan mengizinkan mahasiswa China untuk kembali belajar di universitas-universitas Amerika.
Baca Juga: Larangan Perjalanan ke AS Dinilai Iran Sebagai Bentuk Kebencian terhadap Muslim
Namun, ia menegaskan bahwa kesepakatan ini masih menunggu persetujuan akhir darinya dan Presiden China Xi Jinping.
Meski risiko penurunan harga minyak akibat perang dagang mereda, reaksi pasar masih terbatas karena belum jelas bagaimana pertumbuhan ekonomi global dan permintaan minyak akan terpengaruh, kata analis PVM, Tamas Varga.
Di sisi lain, data dari Badan Informasi Energi AS (EIA) menunjukkan bahwa stok minyak mentah AS turun 3,6 juta barel menjadi 432,4 juta barel pada pekan lalu, lebih besar dari ekspektasi analis Reuters yang memperkirakan penurunan sebesar 2 juta barel.
“Ini laporan yang cukup positif,” ujar Bob Yawger, Direktur Energi Berjangka di Mizuho, seraya menambahkan bahwa permintaan untuk bensin mulai menunjukkan penguatan.
Volume bensin yang dikirim ke pasar, sebagai indikator permintaan naik sekitar 907.000 barel per hari menjadi 9,17 juta barel per hari dalam sepekan terakhir.
Sementara itu, inflasi konsumen AS hanya naik tipis pada Mei, memperkuat keyakinan pasar keuangan bahwa The Fed akan memangkas suku bunga paling cepat pada September.
Suku bunga yang lebih rendah biasanya mendorong pertumbuhan ekonomi dan permintaan energi, termasuk minyak.
Selanjutnya: Simak Rekomendasi Saham Avia Avian Setelah Resmi Gabung UNGC
Menarik Dibaca: Kenali DOMS Rasa Nyeri yang Muncul Sehari Setelah Melakukan Olahraga
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News