Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas energi meliputi minyak mentah, batubara dan gas alam tertekan prospek permintaan yang lesu. Kebijakan tarif Trump dan peningkatan produksi menjadi risiko penurunan harga komoditas energi.
Analis Doo Financial Futures Lukman Leong mencermati, minyak mentah masih dalam tren penurunan dalam sebulan terakhir. Produksi yang lebih tinggi dari Irak dan lesunya permintaan dari China menekan harga minyak mentah.
Harga minyak memang mendapatkan dukungan dalam beberapa sesi terakhir berkat gangguan suplai dari Kazakhstan dan produksi di North Dakota, AS. Kekhawatiran sanksi baru AS pada Iran turut memanaskan harga minyak.
Baca Juga: Harga Minyak Naik Akibat Sanksi Baru AS Terhadap Iran dan Komitmen Irak pada OPEC+
Departemen Keuangan AS pada Senin (24/2) menetapkan sanksi-sanksi baru yang menargetkan industri minyak mentah Iran, termasuk para broker, operator kapal tanker, dan perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam penjualan dan pengiriman minyak Iran. Namun demikian, potensi kembalinya suplai dari Iraq dapat menahan kenaikan pada harga minyak lebih lanjut.
"Dari gambaran yang lebih luas, kebijakan tarif Trump, pelemahan ekonomi global dan lemahnya permintaan China masih akan terus menekan harga minyak tahun ini," ucap Lukman saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (25/2).
Lukman menambahkan, harga batubara sendiri juga masih terus tertekan oleh kelebihan pasokan (oversupply) akibat produksi yang meningkat dari Indonesia dan China. Secara luas, prospek batubara juga masih tertekan oleh perpindahan ke energi terbarukan dan energi hijau.
Sementara itu, harga gas alam terkoreksi imbas lonjakan besar pasokan sepekan terakhir oleh harapan cuaca akan mulai lebih hangat, setelah melewati cuaca dingin yang ekstrim di AS.
Berdasarkan data Tradingeconomics, Selasa (25/2) pukul 17.00 WIB, harga minyak mentah di posisi US$ 70,722 per barel, turun sekitar 1,60% secara mingguan dan turun 3,40% secara bulanan.
Harga gas alam sedikit lebih baik di posisi US$ 4.0082 per Mmbtu dengan penurunan sekitar 0,03% secara mingguan dan harga telah naik lebih dari 23,15% dalam sebulan.
Harga batubara naik tipis sekitar 0,25% secara mingguan di US$ 102,25 per ton, namun harganya anjlok sekitar 10,74% secara bulanan. Harga batubara mendekati level terendah empat tahun di posisi US$ 98,34 per ton, tepatnya pada 20 Mei 2021.
Baca Juga: Harga Minyak Turun pada Jumat (21/2), tapi Naik Pekan Ini Imbas Kekhawatiran Pasokan
Research and Development Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX), Girta Yoga memandang, pemicu utama merosotnya harga batubara yakni imbas pernyataan China yang berencana untuk meningkatkan produksi batubara dalam negeri.
Pernyataan China mengindikasikan bahwa permintaan batubara dari negara konsumen terbesar di dunia untuk komoditas emas hitam itu akan ikut melemah.
Di samping itu, produksi Indonesia meningkat dengan data terbaru produksi batubara Indonesia menunjukkan rekor tertinggi pada tahun 2024 yakni 18% di atas target yang diproyeksikan. Di saat yang sama, adanya peningkatan investasi dalam sumber listrik terbarukan.
"Situasi tersebut memberikan gambaran pasokan batubara yang berlebih di tengah permintaan yang melesu," imbuh Yoga kepada Kontan.co.id, Selasa (25/2).
Menurut Yoga, tren bearish harga batubara karena isyarat penurunan permintaan dari China. Sedangkan, penurunan harga gas alam lebih dipengaruhi membaiknya cuaca dingin di negara konsumen terutama Eropa dan AS.
Pada harga minyak mentah, Yoga mencermati bahwa tren bullish minyak mentah saat ini datang dari penerapan sanksi dari Amerika terhadap Iran. Sanksi AS mengindikasikan tindak lanjut dari komitmen Trump untuk menekan ekspor minyak dari negara produsen terbesar ketiga OPEC itu hingga nol.
Baca Juga: Harga Minyak Naik untuk Hari Ketiga Kamis (20/2), Didukung Penurunan Stok BBM AS
Di lain sisi, tindakan AS tersebut berpotensi memengaruhi arah kebijakan Organisasi Negara Pengekspor Minyak Mentah dan sekutunya (OPEC+), yang sebelumnya telah menyepakati akan meningkatkan output mulai bulan April mendatang.
"Salah satu sentimen utama bullish harga minyak mentah memang dipicu oleh penerapan sanksi terbaru AS terhadap Iran," ujar Yoga.
Yoga memproyeksi, harga minyak mentah berpotensi masih akan bergerak pada tren bullish dalam jangka pendek. Untuk harga gas alam dan batubara kemungkinan masih akan berada pada tren bearish atau penurunan.
Lukman memperkirakan, harga minyak mentah akan berkisar US$ 60 per barel hingga akhir 2025, batubara sekitar US$ 90 per ton. Harga gas alam juga diperkirakan turun ke kisaran US$ 3,3 – US$ 3,5 Mmbtu, namun akan senantiasa naik menjelang musim dingin akhir tahun dan akan terus dipengaruhi oleh cuaca-cuaca yang tidak menentu.
Selanjutnya: Porsi PDRB DKI Jakarta Masih Tertinggi di 2024, Ini Daftar Lengkap 38 Provinsi
Menarik Dibaca: KAI Operasikan 9.572 Perjalanan Kereta Api Selama Masa Angkutan Lebaran 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News