Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak kelapa sawit (CPO) terus mengalami kenaikan. Sejumlah emiten optimistis bahwa kinerja mereka akan mendapatkan dampak positif dari kenaikan harga ini.
Berdasarkan informasi dari Trading Economics, harga CPO meningkat 9,74% dalam sebulan terakhir menjadi MYR 4.257 per ton, meskipun mengalami penurunan 2,14% dalam sepekan terakhir.
PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) menyatakan bahwa perusahaan akan memanfaatkan momentum kenaikan harga CPO untuk meningkatkan kinerja. Head of Investor Relation SGRO, Stefanus Darmagiri, mengatakan, salah satu langkah yang diambil adalah mengoptimalkan produksi dan penjualan CPO.
Baca Juga: Sampoerna Agro (SGRO) Fokus Replanting Sawit, Tengok Rekomendasi Sahamnya
“Dengan harga CPO yang telah mengalami kenaikan pada saat ini, kami melihat bahwa indikasi harga rata-rata CPO pada kuartal III 2024 akan lebih baik jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya,” ujarnya kepada KONTAN.
Namun, SGRO belum mengungkapkan jumlah produksi CPO dan TBS saat ini. Stefanus menjelaskan bahwa dampak El-Nino yang terjadi pada semester II 2023 menyebabkan puncak panen produksi CPO diperkirakan baru akan terjadi pada awal kuartal IV 2024, sekitar bulan Oktober dan November.
“Namun, kami berharap bahwa produksi TBS SGRO pada semester II 2024 akan lebih baik jika dibandingkan dengan semester I 2024, dengan puncak panen yang diharapkan terjadi pada kuartal IV,” tuturnya.
Baca Juga: Strategi ESG dari TAPG: Memangkas Emisi dengan Biokokas dan Taman Kehati
Untuk menjaga kinerja produksi dan penjualan pada tahun 2024 dan 2025, SGRO akan terus fokus pada peningkatan produktivitas melalui kegiatan intensifikasi yang telah dilakukan sebelumnya.
“Misalnya, seperti mekanisasi, sistem manajemen air, peningkatan infrastruktur, dan digitalisasi untuk meningkatkan pemantauan, efektivitas produksi, dan efisiensi kerja di kebun,” ungkapnya.
Sementara itu, PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) menganggap pergerakan harga sebagai variabel eksternal yang tidak dapat dikontrol.
Oleh karena itu, strategi perusahaan berfokus pada dua faktor utama: optimalisasi produksi melalui pemupukan dan penerapan Good Agricultural Practice, serta optimalisasi infrastruktur untuk menjaga pengiriman produk dalam segala kondisi.
“Target average selling price (ASP) TAPG berada di atas Rp 12.000 per kilogram sangat bergantung pada kondisi supply dan demand di kuartal IV 2024,” ujar Corporate Secretary TAPG, Joni Tjeng.
Joni juga menyoroti tantangan yang dihadapi industri sawit saat ini, seperti larangan impor CPO di sejumlah negara dan gangguan cuaca.
Baca Juga: Permintaan CPO Global Naik, Simak Prospek Kinerja Emiten Sawit
Meskipun saat ini penjualan CPO belum mengalami larangan impor, produsen CPO masih menghadapi tarif dan non-tariff barrier dari negara-negara konsumen, khususnya di Eropa.
Kondisi La Nina diharapkan tidak mengganggu proses panen di perkebunan sawit yang dijadwalkan mencapai puncak panen di kuartal IV 2024, khususnya di Indonesia. “TAPG berfokus pada kesiapan infrastruktur dan diharapkan dapat menjaga performa perusahaan di kuartal IV 2024 menjadi optimal,” paparnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News