Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga bitcoin menunjukkan kestabilan dalam kisaran US$ 84.000 hingga US$ 86.000 pada pertengahan April 2025.
Meskipun tidak mengalami kenaikan signifikan, tren ini mencerminkan ketahanan bitcoin di tengah ketidakpastian ekonomi global dan meningkatnya tensi geopolitik.
Investor pun menunjukkan sikap hati-hati terhadap kemungkinan resesi di Amerika Serikat (AS) serta ketegangan perang dagang global.
Salah satu faktor pendorong sentimen pasar adalah laporan bahwa pemerintahan Donald Trump tengah mempertimbangkan pembelian bitcoin menggunakan pendapatan dari tarif perdagangan.
Baca Juga: Harga Bitcoin Terendah Sejak 11 November 2024, Sudah Anjlok 25% Sejak All Time High
Langkah ini disebut sebagai bagian dari strategi diversifikasi cadangan nasional AS. Di sisi lain, sentimen pasar juga terangkat oleh masuknya modal baru ke dalam ETF Bitcoin spot.
Laporan terbaru mencatat bahwa pada 14 April 2025, ETF ini mencatatkan arus masuk sebesar US$ 1,47 juta, setelah tujuh hari berturut-turut mengalami arus keluar.
CEO Indodax, Oscar Darmawan, mengomentari dinamika yang saat ini membentuk harga bitcoin.
Ia menilai volatilitas harga dalam beberapa hari terakhir, terutama saat bitcoin sempat menyentuh US$ 86.000 , sebelum kembali terkoreksi di Bawah US$ 84.000 merupakan respons pasar terhadap dinamika kebijakan perdagangan global dan minimnya likuiditas di akhir pekan.
Baca Juga: Rekor, Harga Bitcoin Tembus ke Atas US$ 100.000 di Pagi Ini (5/12)
"Kenaikan singkat ke level US$ 86.000 beberapa waktu lalu dipicu oleh reaksi pasar terhadap kabar pengecualian tarif yang memberikan nafas segar sementara," jelas Oscar dalam siaran pers, Senin (21/4/2025).
"Namun, faktor likuiditas yang rendah di akhir pekan dan belum adanya kejelasan arah kebijakan perdagangan AS membuat pasar kembali ragu, sehingga harga terkoreksi secara alami ke bawah US$ 84.000," ungkap Oscar.
Oscar juga menuturkan, adopsi institusional, seperti lewat ETF dan potensi kebijakan pemerintah AS, menunjukkan bahwa kripto kini masuk dalam perhitungan serius para pengambil kebijakan.
“Narasi bahwa bitcoin adalah alat spekulatif perlahan mulai tergantikan dengan posisi bitcoin sebagai penyimpan nilai dan pelindung kekayaan jangka panjang,” ujarnya.
Menurutnya, jika pemerintah besar seperti AS secara terbuka mempertimbangkan akumulasi bitcoin, maka kepercayaan terhadap teknologi blockchain dan aset digital akan meningkat signifikan, bukan hanya dari investor ritel tetapi juga dari lembaga keuangan dan negara-negara lain.
Baca Juga: Didukung Trump Effect, Harga Bitcoin Diperkirakan Capai US$ 88.000 di Akhir Tahun
Di sisi lain, Oscar juga menilai bahwa potensi gangguan makroekonomi seperti konflik dagang atau resesi tetap harus diwaspadai.
“Bitcoin memang bisa menjadi alternatif investasi yang sudah teruji, tetapi investor harus tetap disiplin dalam manajemen risiko. Jangan berinvestasi karena euforia sesaat,” tegasnya.
Oscar juga menyarankan penggunaan strategi investasi jangka panjang seperti Dollar-Cost Averaging (DCA), mengingat harga bitcoin saat ini berada pada titik konsolidasi.
Baca Juga: Harga Emas Stabil Pasca Aksi Jual, Investor Fokus ke Pertemuan Kebijakan The Fed
“DCA adalah strategi yang bisa mengurangi tekanan emosional dalam menghadapi volatilitas pasar, apalagi saat situasi ekonomi global belum stabil,” tambahnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Harga Bitcoin Stabil di Tengah Gejolak Geopolitik, Investor Tetap Hati-hati", Klik untuk baca: https://money.kompas.com/read/2025/04/21/102629126/harga-bitcoin-stabil-di-tengah-gejolak-geopolitik-investor-tetap-hati-hati?page=all#page2.
Selanjutnya: Perang Dagang China vs AS Memanas, Indonesia Harus Condong Kemana?
Menarik Dibaca: 3 Jurus Jitu Finansial untuk Perempuan ala Astra Life
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News