Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga Bitcoin (BTC) melemah, tertekan kebijakan perdagangan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump hingga arus keluar dari ETF Bitcoin Spot.
Berdasarkan coinmarketcap, Bitcoin berada di level 79.850 pada Jumat (28/2) pukul 17.14 WIB. Dalam sepekan, harganya amblas 18,84% mengakumulasi kejatuhan dalam sebulan terakhir sebesar 21,95%.
Analyst Tokocrypto Fyqieh Fachrur mengatakan, meskipun sebelumnya sempat mendapatkan sentimen positif dari kebijakan pro-kripto yang diusung Trump, tekanan jual di pasar masih mendominasi.
Baca Juga: Tarif Trump Guncang Pasar, Mata Uang Berisiko dan Kripto Tertekan
Sejumlah faktor utama yang berkontribusi terhadap kejatuhan harga BTC meliputi arus keluar besar dari ETF Bitcoin, ketegangan geopolitik yang dipicu oleh kebijakan perdagangan Trump, serta gelombang likuidasi besar-besaran di pasar derivatif.
"Kondisi ini semakin memperburuk ketidakpastian pasar, membuat investor cenderung mengalihkan aset mereka ke instrumen yang lebih aman," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (28/2).
Salah satu faktor terbesar dalam penurunan harga BTC adalah arus keluar besar dari ETF Bitcoin Spot, yang menandakan bahwa investor institusional mulai menarik modal dari pasar kripto.
Pada 26 Februari, total dana yang keluar dari ETF Bitcoin mencapai US$ 754,6 juta, dengan BlackRock’s Spot Bitcoin ETF mencatat rekor outflow terbesar sejak peluncurannya, yakni US$ 418,1 juta dalam satu hari.
Penjualan besar-besaran ini menyebabkan 8.510 BTC berpindah ke pasar dalam waktu singkat, memberikan tekanan jual yang semakin memperburuk kondisi pasar.
"Investor besar tampaknya mulai mengurangi eksposur mereka terhadap Bitcoin di tengah ketidakstabilan pasar dan ketidakpastian ekonomi global," terangnya.
Selain itu, ketegangan geopolitik dan kebijakan perdagangan agresif dari Trump juga memberikan dampak negatif terhadap BTC. Alih-alih menjadi katalis positif, kebijakan tarif justru meningkatkan volatilitas di pasar keuangan.
Trump telah mengonfirmasi rencana penerapan tarif 25% terhadap Kanada dan Meksiko mulai 4 Maret, serta menaikkan tarif impor China hingga 20%.
Baca Juga: Bitcoin Merosot ke Level $80.000, Pemula Bisa Ikuti Cara Memulai Investasi Kripto
Kebijakan ini memicu aksi jual di berbagai aset berisiko, termasuk BTC, karena investor memilih beralih ke aset yang lebih aman seperti dolar AS dan obligasi.
Sentimen ini semakin memperlemah daya tarik Bitcoin sebagai instrumen investasi di tengah ketidakpastian ekonomi yang meningkat.
Tekanan jual terhadap Bitcoin juga semakin diperparah oleh gelombang likuidasi besar-besaran di pasar derivatif. Dalam 24 jam terakhir, total likuidasi pasar kripto mencapai US$ 818,87 juta. Bitcoin menyumbang US$ 387,86 juta, dengan mayoritas posisi long terkena margin call.
Trader yang menggunakan leverage tinggi mengalami forced liquidation, yang mempercepat penurunan harga BTC. Efek domino dari likuidasi ini semakin membebani pasar, membuat harga Bitcoin semakin tertekan.
Meskipun beberapa whale (investor besar) seperti Spoofy dari Bitfinex mulai mengakumulasi BTC dengan membeli 4.000 BTC selama penurunan harga, tekanan jual yang terus berlanjut membuat Bitcoin berisiko mengalami koreksi lebih lanjut sebelum adanya potensi pemulihan.
CEO Triv, Gabriel Rey menilai dengan kondisi saat ini belum ada katalis positif untuk mendorong harga Bitcoin. Secara teknikal, ia melihat support terkuat BTC saat ini berada di level US$ 77.000.
"Semester I ini akan berkisar di US$ 77.000 - US$ 90.000," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News