Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga Bitcoin terus diperdagangkan di bawah level resistance US$ 96.000. Namun, momentum bullish di 2025 dinilai masih terjaga.
Berdasarkan coinmarketcap, Bitcoin bertengger di US$ 94.794 pada Selasa (6/5) pukul 16.53 WIB. Dalam 24 jam terakhir terkoreksi 0,98%, sementara sepekan terakhir masih naik 0,26%.
Dalam analisisnya, Selasa (6/5), Tokocrypto berpandangan meskipun menunjukkan ketahanan di level US$ 94.000, sebagian pelaku pasar merasa kecewa karena arus masuk dana institusional belum cukup kuat untuk mempertahankan momentum naik. Namun, sejumlah indikator tetap menunjukkan bahwa potensi rekor harga tertinggi baru Bitcoin di tahun 2025 masih terbuka lebar.
Baca Juga: Harga Bitcoin Diprediksi Tembus Rekor Baru, Ternyata Ini Penyebabnya
Dominasi Bitcoin terhadap pasar kripto secara keseluruhan kini menyentuh 70%, tertinggi sejak Januari 2021. Ini terjadi di tengah banyaknya peluncuran token-token baru, termasuk dari proyek besar seperti SUI, Toncoin (TON), PI, Official Trump (TRUMP), Bittensor (TAO), Ethena (ENA), dan Celestia (TIA).
"Dominasi yang tinggi ini menandakan minat terhadap altcoin berisiko lebih rendah, terutama dari investor baru," tulis Tokocrypto, Selasa (6/5).
Data juga menunjukkan ETF Bitcoin spot berhasil mencatat arus masuk bersih sebesar US$ 4,5 miliar antara 22 April hingga 2 Mei. Selain itu, minat terhadap kontrak futures Bitcoin meningkat tajam, mencerminkan tingginya keterlibatan investor institusional, baik untuk tujuan lindung nilai maupun spekulasi bullish.
Berdasarkan data dari CoinGlass, total open interest (kontrak terbuka) di pasar futures Bitcoin telah mencapai 669.090 BTC, naik 21% sejak 5 Maret. Bahkan setelah harga BTC sempat jatuh di bawah US$ 75.000 pada awal April, minat terhadap posisi leverage tetap tinggi.
"Khusus di Chicago Mercantile Exchange (CME), nilai open interest mencapai lebih dari US$ 13,5 miliar, yang menjadi sinyal kuat akan permintaan dari institusi," papar Tokocrypto.
Meski begitu, ada beberapa hambatan yang membuat Bitcoin sulit menembus level US$ 100.000. Salah satunya adalah kekecewaan investor terhadap lambatnya perkembangan RUU Cadangan Bitcoin Strategis AS yang diumumkan pada 6 Maret, tanpa kejelasan soal kepemilikan BTC pemerintah maupun rencana pembelian lebih lanjut.
Baca Juga: Arus Modal Asing ke Bitcoin Tembus Rp 669 Triliun, Harga Diproyeksi Bisa Cetak Rekor
"Beberapa inisiatif serupa di tingkat negara bagian, seperti di Arizona, juga mengalami kegagalan," sambungnya.
Penurunan harga Bitcoin ke kisaran US$ 94.000 juga dinilai terasa ironis, mengingat perusahaan Strategy, yang dipimpin Michael Saylor, mengumumkan pembelian 1.895 BTC pada 5 Mei. Mereka juga menggandakan rencana pengumpulan modal dengan target hingga US$ 84 miliar pada 1 Mei, untuk mendukung akuisisi BTC berikutnya. Langkah tersebut dipandang sedikit meredakan kekhawatiran investor terkait kapasitas pendanaan perusahaan.
Tokocrypto juga berpandangan untuk mendorong Bitcoin ke level tertinggi baru, faktor eksternal seperti membaiknya hubungan dagang AS-China bisa menjadi kunci. Ketegangan tarif selama ini telah menekan minat risiko investor secara global.
"Namun secara fundamental, sejumlah elemen pendukung untuk Bitcoin kembali menembus angka US$ 100.000 tampaknya sudah mulai terbentuk," tutup Tokocrypto.
Selanjutnya: Kapala BGN Buka Bukaan Pegawainya Belum Terima Gaji Hingga Saat Ini
Menarik Dibaca: Apakah Kolesterol Bisa Sembuh? Ini Faktanya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News