Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi
Asal tahu saja, mekanisme harga listrik di China telah diubah pada 1 Januari 2020 dengan sistem yang lebih fleksibel. Menurut industri, perubahan tersebut mampu meningkatkan tekanan pada pembangkit listrik tenaga batubara.
Di samping itu, NDRC telah menggunakan tarif rendah untuk mensubsidi penggunaan listrik industri dan perubahan dengan mengorbankan pembangkit listrik tenaga batubara milik negara.
Selain itu, Wahyu menilai lonjakan harga batubara yang terjadi beberapa waktu lalu dikarenakan adanya sedikit penguatan di pasar bahan bakar. Hal tersebut sejalan dengan melonjaknya harga di Afrika Selatan dan meningkatnya permintaan di kawasan Asia.
"Awal tahun memang lumayan bagus buat harga komoditas secara keseluruhan, baik itu emas, minyak, base metal agro, juga batubara. lni didukung sentimen trade war yang mereda serta potensi oversold pada beberapa komoditas akhir tahun lalu, walau sempat terimbas isu geopolitik Iran dan AS," ungkapnya.
Baca Juga: Proyeksi analis: Harga batubara bullish dan bakal stabil sampai 2024
Untuk itu, Wahyu meyakini masih ada peluang bagi harga batubara untuk rebound di tahun ini, didukung harga yang sudah oversold, isu perang dagang, serta harapan bahwa permintaan awal tahun bakal meningkat. Permintaan tahun ini diperkirakan banyak datang dari Asia Tenggara, seiring dengan mulai ketatnya isu kelebihan pasokan.
Meskipun permintaan tumbuh tidak terlalu signifikan dan cenderung moderat, namun pengetatan pasokan khususnya di pasar Atlantik dapat mendorong harga batubara tumbuh lebih positif, setelah tahun lalu harga sempat merosot dalam.
"Sejauh ini, support fundamental masih lumayan bagi pergerakan harga batubara secara general. Hanya saja, kenaikan di awal tahun termasuk boosting energy terkait krisis Iran masih wajar memicu koreksi harga minyak dan batubara," ujarnya.
Dengan begitu, Wahyu memperkirakan pergerakan harga batubara tahun ini bergerak pada rentang US% 60 per metrik ton-US$ 80 per metrik ton di jangka menengah. Sedangkan untuk tahunan berada di rentang US$ 50 per metrik ton-US$ 100 per metik ton, dan US$ 40 per metrik ton-US$ 120 per metrik ton di jangka panjang.
"Strateginya, saat harga di bawah US$ 70 per metrik ton bisa buy on weakness, sedangkan saat di atas US$ 80 per metrik ton bisa sell on strength, dengan level US$ 60 per metrik ton sebagai support terkuat di jangka menengah," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News