Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Pasar saham global menuju kinerja mingguan terburuk sejak hari-hari tergelap dari krisis keuangan pada 2008. Para investor tengah mempersiapkan diri untuk serangan virus corona yang berubah menjadi pandemi, sehingga bisa menggagalkan pertumbuhan ekonomi dunia.
Saat investor berharap bahwa epidemi yang dimulai di China ini akan berakhir dalam beberapa bulan dan kegiatan ekonomi akan kembali normal, infeksi baru yang dilaporkan di seluruh dunia sekarang melampaui yang di China. Hal ini sungguh membuat cemas.
Melansir Reuters, ancaman global yang memburuk dari virus corona mendorong para investor untuk dengan cepat meningkatkan taruhan bahwa Federal Reserve AS akan perlu memangkas suku bunga pada bulan depan untuk dapat mendukung pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: IHSG sudah rontok lebih 3,5% di awal perdagangan Jumat (28/2)
“Kami bahkan tidak perlu menunggu data ekonomi untuk melihat seberapa parah ekonomi sedang terpukul. Anda dapat mengatakan bahwa tingkat penjualan maskapai penerbangan dan hotel sudah turun setengah atau sekitar itu,” jelas Tomoaki Shishido, ekonom senior di Nomura Securities kepada Reuters.
Dia menambahkan, “Adalah adil untuk mengatakan bahwa dampak dari virus corona jelas akan jauh lebih besar daripada perang dagang AS-Tiongkok. Jadi Fed tidak memiliki alasan untuk mengambil sikap menunggu dan melihat bulan depan,” katanya.
Baca Juga: IHSG terkapar, berikut saham-saham LQ45 yang berhari-hari terpuruk
Asal tahu saja, berdasarkan data Reuters, indeks MSCI all country world turun 3,3% pada hari Kamis sehingga membawa kerugian sejauh minggu ini menjadi 8,9%. Indeks MSCI dunia ini menuju penurunan mingguan terbesar sejak penurunan 9,8% pada November 2008.
Saham Wall Street memimpin penurunan di mana indeks S&P 500 anjlok 4,42%, ini merupakan persentase penurunan terbesar sejak Agustus 2011.
Baca Juga: Simak rekomendasi LPKR, BBCA, dan ICBP untuk Jumat (28/2)
Indeks S&P 500 telah mengalami penurunan hingga 12% sejak mencapai rekor penutupan pada 19 Februari. Kondisi ini menandai koreksi tercepatnya hanya dalam enam hari perdagangan. Di sisi lain, indeks Dow Jones Industrial Average turun 1.190,95 poin, yang merupakan penurunan dengan poin terbesarnya.
Di Asia, indeks regional MSCI tidak termasuk Jepang, turun 0,6%. Indeks Nikkei Jepang anjlok 2,5% seiring meningkatnya kekhawatiran bahwa Olimpiade yang direncanakan pada Juli-Agustus dapat dibatalkan karena virus corona.
Bursa Australia ambles 3,0% ke level terendah dalam enam bulan. Sedangkan indeks Kospi Korea Selatan merosot 1,4%.
Baca Juga: IHSG berpotensi menguji support kuat di 5.500 jelang akhir pekan
“Virus corona saat ini terlihat seperti pandemi. Pasar dapat mengatasi bahkan jika ada risiko besar selama kita dapat melihat ujung terowongan,” kata Norihiro Fujito, kepala strategi investasi di Mitsubishi UFJ Morgan Stanley Securities.
"Tapi saat ini, tidak ada yang tahu berapa lama ini akan berlangsung dan seberapa parah itu akan terjadi," tambahnya
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan semua negara perlu mempersiapkan diri untuk memerangi virus ketika wabah menyebar ke negara-negara maju utama seperti Jerman dan Prancis.
Baca Juga: Ekonom Indef turunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal I 2020
Kekhawatiran akan potensi kemerosotan ekonomi negara besar mengirimkan harga minyak ke level terendah dalam setahun. Data Reuters menunjukkan, harga minyak mentah berjangka AS turun ke posisi US$ 46,28 per barel.
Selain itu, investor tampak bergegas berburu aset yang aman. Aset emas, salah satunya. Alhasil, harga emas mengalami kenaikan dan kini berada di level US$ 1.646,4, yang merupakan posisi tertinggi dalam tujuh tahun terakhir.
Baca Juga: Bursa saham Asia terpuruk, rekor penjualan bersih asing pun tercipta
Di pasar mata uang, yen menguat ke level paling perkasa dalam tiga minggu di 109,33 terhadap dollar. Posisi terakhir yen adalah 109,47.
Sedangkan nilai tukar euro berada di level US$ 1,1005, setelah di sesi sebelumnya melonjak lebih dari 1%. Ini merupakan penguatan terbesar euro dalam lebih dari dua tahun karena investor mengurangi taruhan terhadap mata uang dollar Amerika.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News