Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ramainya sentimen eksternal seperti tensi geopolitik dan fluktuasi harga komoditas turut berdampak terhadap bisnis PT United Tractors Tbk (UNTR). Penguatan dolar Amerika Serikat (AS) yang membuat kurs rupiah anjlok menembus level Rp 16.000 juga bisa memengaruhi kinerja UNTR.
Direktur United Tractors Iwan Hadiantoro mengamini hal itu. Hanya saja, Iwan optimistis dengan segmen bisnis yang beragam, UNTR akan mampu meredam dampak dari berbagai sentimen tersebut.
"Ini beauty of UNTR, bisnis kami terdiversifikasi," kata Iwan dalam konferensi pers, Rabu (24/4).
Iwan lantas mencontohkan penguatan dolar AS akan menekan segmen bisnis alat berat. Dengan besarnya porsi impor, UNTR mesti mengeluarkan biaya yang lebih tinggi, sehingga membuat harga menjadi lebih mahal.
Baca Juga: Catat Kenaikan Kontribusi, Hartadinata (HRTA) Bidik Pasar Ekspor Baru Tahun Ini
"Depresiasi rupiah akan ada dampaknya terhadap bisnis yang terkait construction machinery," imbuh Iwan.
Kondisi itu sejalan dengan estimasi penurunan penjualan alat berat pada tahun ini, dimana UNTR memproyeksikan penurunan sekitar 20%-25%. Iwan bilang, pada tahun ini UNTR menargetkan penjualan alat berat sebanyak 3.900 - 4.000 unit, lebih rendah dibandingkan realisasi penjualan alat berat Komatsu sebanyak 5.270 unit pada tahun lalu.
Adapun hingga kuartal I-2024, volume penjualan Komatsu tercatat sebanyak 1.126 unit. Merosot 37,13% dibandingkan periode yang sama tahun lalu dengan volume penjualan sebanyak 1.791 unit.
Meski ada tekanan pada segmen alat berat, tapi sentimen eksternal dan fluktuasi kurs saat ini membawa katalis positif bagi bisnis komoditas UNTR, terutama batubara dan emas.
"Sampai batas tertentu kami mendapatkan windfall. Jadi efeknya secara bottom line diharapkan bisa mengimbangi penurunan penjualan alat berat," terang Iwan.
Di sisi lain, emiten dari Grup Astra ini belum berhenti untuk melancarkan ekspansi. Presiden Direktur United Tractors Frans Kesuma menyatakan UNTR tetap mencari peluang akuisisi jika ada aset yang menarik dan sesuai kriteria dalam menunjang diversifikasi UNTR ke bisnis non-batubara.
Sehingga fokus akuisisi dan ekspansi UNTR akan menyasar segmen komoditas mineral dan energi terbarukan.
Baca Juga: Begini Strategi Mulia Boga Raya (KEJU) Maksimalkan Kinerja pada 2024
"Kami tetap cari dan lihat, peluangnya ada tidak? Kalau memang ada potensi, kami akan follow up, akan kami review," tegas Frans.
Seperti diketahui, UNTR getol menggelar ekspansi dengan mengakuisisi sejumlah perusahaan nikel dan panas bumi. Terbaru, pada Maret lalu UNTR mengakuisisi Supreme Energy Rantau Dedap dengan nilai transaksi US$ 80,69 juta atau setara dengan Rp 1,26 triliun.
Guna menunjang aksi ekspansi tersebut, Iwan menegaskan UNTR memiliki kesiapan dana. Sumber pendanaan itu termasuk berasal dari pihak ketiga atau pinjaman perbankan dengan fasilitas hingga sekitar US$ 2 miliar.
Sedangkan untuk belanja modal (capital expenditure/capex) tahun ini, UNTR juga megalokasikan anggaran jumbo. Iwan menyampaikan, proyeksi capex UNTR mencapai US$ 1,3 miliar - US$ 1,4 miliar.
Capex UNTR akan dipakai untuk menunjang bisnis kontraktor pertambangan sekitar US$ 1 miliar. Kemudian US$ 100 juta untuk ekspansi di infrastruktur batubara, US$ 100 juta untuk pengembangan bisnis tambang emas, dan sekitar US$ 100 juta untuk segmen alat berat.
"Kami berpedoman sebisa mungkin untuk business as usual akan dipenuhi dari internal kas, yang cukup membiayai capex. Namun untuk kebutuhan bisnis dan investasi baru, kami dibantu oleh dana dari pihak ketiga," tandas Iwan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News