Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Keputusan aksi korporasi yang cukup menyita perhatian pasar akan ditentukan besok, Rabu (8/3). PT Evergreen Invesco Tbk (GREN) menggelar RUPS guna meminta persetujuan pemegang saham untuk menggelar HMETD senilai Rp 30 triliun.
Emiten yang awalnya memiliki core bisnis sebagai produsen benang itu berencana menerbitkan 50 miliar saham baru. Rencana ini telah berubah. Pasalnya, GREN awalnya justru akan menerbitkan 150 miliar saham baru.
Namun, target perolehan dananya tidak berubah. GREN mengincar dana segar Rp 30 triliun. Perseroan berkali-kali merilis tambahan informasi terkait right issue tersebut.
Namun, tidak ada informasi tambahan yang cukup meyakinkan investor untuk mengeksekusi haknya. Padahal, efek dilusi atas aksi korporasi ini besar. Efek dilusinya mencapai 91,42%.
Jika pemegang saham tidak mengeksekusi haknya, GREN akan meminta pihak ketiga bertindak sebagai pembeli siaga. Hingga saat ini, manajemen juga masih enggan merinci pihak mana yang menjadi pembeli siaga.
Belakangan, nama Erick Thohir dan AJB Bumiputera (AJBB) dikaitkan dengan aksi korporasi ini. Pengusaha tersebut bakal masuk AJBB yang saat ini sendiri masih dalam proses restrukturisasi melalui GREN.
Manajemen GREN enggan memberikan semua jawaban atas konfirmasi yang diajukan KONTAN. Wiwi Novianti, Sekretaris Perusahaan GREN juga tidak merespon baik pesan singkat maupun sambungan telepon KONTAN.
Sekarang, eranya keterbukaan informasi. Apalagi, ini perusahaan publik. "Jadi, investor wajib sangat berhati-hati jika ingin ambil bagian aksi korporasi ini," kata analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada, Selasa (7/3).
Kinerja GREN belakangan ini memang tertekan. Mungkin, GREN fokus pada upaya memperbaiki utang smebari melihat peluang bisnis yang ada. Oleh sebab itu, GREN rights issue untuk beralih lini bisnis.
Secara finansial, lanjut Rea, right issue bisa memperbaiki masalah kinerja dan utang meski ada konsekuensi terjadi perubahan pemegang saham.
"Tapi kalau menjamin kinerjanya akan lebih baik atau tidak, harus dilihat prospek bisnis dan resiko atas tujuan bisnis barunya itu," jelas Reza.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News