Reporter: Rashif Usman | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Geliat manufaktur Indonesia mencatatkan ekspansi tipis pada bulan September 2025.
Berdasarkan data yang dirilis S&P Global, Indeks Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur periode September berada di level 50,4, melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang berada di posisi 51,5.
Head of Research Kiwoom Sekuritas Liza Camelia Suryanata mengatakan perlambatan ini menunjukkan permintaan masih ada, namun perusahaan cenderung lebih berhati-hati dalam menambah kapasitas.
Selain itu, tekanan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) membuat margin emiten dengan ketergantungan impor bahan baku tinggi semakin tertekan. Sebaliknya, emiten dengan pricing power yang kuat serta basis permintaan domestik stabil dinilai lebih aman.
Saham Defensif
Dalam jangka pendek, saham defensif seperti PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Mayora Indah Tbk (MYOR) PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) dan PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) relatif lebih menarik karena konsistensi permintaan dan kemampuan menjaga margin.
Baca Juga: IHSG Melemah 0,21% ke 8.043 pada Rabu (1/10/2025), AKRA, AMRT, AMMN Top Losers LQ45
Sementara saham siklikal seperti PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) dan PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) masih menyimpan potensi, namun membutuhkan katalis tambahan dari proyek maupun dorongan ekspor.
"Investor sebaiknya overweight ke emiten defensif dengan arus kas stabil, sambil selektif masuk ke siklikal saat permintaan terlihat membaik," kata Liza kepada Kontan, Rabu (1/10).
Dengan begitu, lanjutnya, bukan berarti seluruh saham manufaktur berisiko melemah, melainkan investor perlu fokus pada emiten yang mampu menjaga profitabilitas di tengah ekspansi tipis PMI manufaktur.
Dihubungi terpisah, Retail Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Indri Liftiany Travelin Yunus berpendapat kondisi lesunya PMI manufaktur menunjukkan adanya tekanan pada emiten manufaktur. Sebab, terjadi ketidakseimbangan antara supply dan demand yang tentunya akan memberatkan perusahaan.
Baca Juga: Saham Big Banks Kompak Melemah pada Penutupan Bursa Rabu (1/10)
"Lemahnya permintaan pasar atas barang setengah jadi berpotensi menyebabkan cost perusahaan menjadi besar dan margin perusahaan tertekan," ujar Indri kepada Kontan, Rabu (1/10).
Selain itu, Indri juga menerangkan data manufaktur dipengaruhi oleh banyak faktor dan memiliki dampak yang cukup luas namun tidak begitu signifikan. Dus, tidak semua emiten manufaktur sensitif hanya karena data manufaktur itu sendiri, bisa juga dipengaruhi oleh faktor permintaan dari masing-masing segmentasi output yang dihasilkan.
"Saat ini, kecenderungan para pelaku pasar adalah memanfaatkan momentum berdasarkan sentimen dari masing-masing emiten seperti aksi korporasi perusahaan maupun dari sisi momentum pasar berdasarkan pergerakan harga secara teknikal," tambah Indri.
Selanjutnya: Tunjangan Pensiun DPR Digugat Uji Materi di MK, Simak Nilai Pensiun Anggota DPR
Menarik Dibaca: Promo BCA Oktober 2025: Belanja Hemat, Minyak Goreng & Cashback Hingga Rp15 Ribu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News