Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menggarap tiga proyek strategis untuk pengembangan tambang dan hilirisasi. Bersamaan dengan itu, INCO bersiap membuka keran pendapatan dari penjualan bijih nikel.
Proyek strategis tersebut berada di tiga wilayah, yakni Morowali, Pomalaa dan Sorowako. Dalam pipeline proyek pertumbuhan INCO, proyek Morowali akan diisi oleh smelter Rotary Kiln-Electric Furnance (RKEF) dan pengembangan tambang.
Di Pomalaa, INCO akan membangun smelter High Pressure Acid Leach (HPAL) dan pengembangan tambang. Sedangkan di Sorowako INCO menggarap smelter HPAL. Proyek pengembangan tambang digarap sendiri oleh INCO, sementara proyek hilirisasi dikerjakan bersama mitra.
Direktur Independen & Chief Project Officer Vale Indonesia Muhammad Asril membeberkan progres ketiga proyek tersebut. Di proyek Pomalaa, kontraktor sudah melakukan mobilisasi. Konstruksi HPAL telah dimulai, termasuk pembangunan feed preparation plant dan akses jalan.
Baca Juga: Menilik Agenda Vale (INCO) Garap Proyek Strategis dan Jual Bijih Nikel
Asril menaksir proyek ini membutuhkan waktu pengerjaan antara 16 bulan-18 bulan. Dari sisi tambang, INCO menargetkan produksi 28 juta bijih nikel (ore) per tahun, yang terdiri dari 7 juta ton saprolite dan 21 juta ton limonite.
INCO menargetkan pengiriman pertama ore dari tambang Pomalaa pada kuartal I-2026. Di proyek Morowali, kemajuan fisik sudah mencapai 44% per Juni 2024, yang mencakup konstruksi infrastruktur penting seperti pelabuhan dan jalan utama.
Pengiriman ore pertama dari proyek tambang Morowali ditargetkan pada kuartal IV-2025. Sementara untuk pembangunan smelter, INCO sedang memilah alternatif pemrosesan agarproyek bisa berjalan secara lebih ekonomis.
Baca Juga: Garap Proyek Strategis, Antam (ANTM) Siapkan Investasi Rp 4,5 Triliun Tahun Ini
Sebelumnya, rencana untuk proyek Morowali adalah pembangunan smelter RKEF dengan menggunakan pembangkit listrik gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG). "Kami sedang evaluasi dari dua sisi. Selain dari sisi ekonomis (pilihan pembangkit), kami juga mau melihat dari sisi ore-nya," terang Asril.
Kemudian untuk proyek Sorowako, Final Investment Decision (FID) untuk proyek tambang sudah disetujui. Kontraktor stockpile tambang telah mobilisasi, dan persiapan untuk konstruksi HPAL sedang berlangsung.
Presiden Direktur & Chief Executive Officer Vale Indonesia Febriany Eddy menegaskan INCO berkomitmen mengerjakan proyek hilirisasi sesuai rencana. Apalagi dengan komitmen dari pemerintahan selanjutnya yang tetap fokus melanjutkan hilirisasi pertambangan.
Baca Juga: Antam (ANTM) Gelontorkan Rp 4,5 Triliun untuk Garap Proyek Strategis di Tahun Ini
Febriany mengungkapkan, untuk proyek smelter HPAL Sorowako, INCO bersama Huayou sedang mencari satu mitra tambahan. Syarat untuk mitra baru itu harus memiliki komitmen memenuhi Environmental, Social & Governance (ESG) serta memiliki reputasi dalam rantai pasok battery storage atau kendaraan listrik.
"Saat ini kami masih dalam proses pencarian partner ketiga. Semoga bisa ada kabar baik dalam waktu dekat. Sejauh ini ada banyak auto maker yang tertarik, namun diskusi masih belum mengerucut," terang Febriany.
Penjualan Bijih Nikel
Di sisi yang lain, INCO bersiap untuk membuka keran pendapatan baru dengan menjual bijih nikel ke pasar domestik atau smelter di dalam negeri. Penjualan bijih nikel ini juga telah disepakati INCO bersama pemegang saham terbesarnya saat ini, yakni MIND ID
Pada akhir Juni lalu, INCO telah menandatangani perjanjian kerangka kerja offtake bijih dengan MIND ID mulai tahun 2026. Di tengah pengembangan proyek tambang yang sedang berjalan, INCO sudah bisa mulai menjual bijih nikel, meski masih dalam jumlah yang mini.
Namun, INCO harus terlebih dulu mendapat persetujuan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari pemerintah. "Jika diizinkan, mulai tahun ini pun sebenarnya bisa dilakukan. Walau jumlahnya kecil, hanya beberapa ratus ribu ton saja. Ini juga upaya kami untuk menambah pendapatan kala harga nikel sedang turun," ungkap Febriany.
Baca Juga: Garap Proyek Strategis Nasional, Wijaya Karya (WIKA) Dapat Penghargaan dari PUPR
Febriany bilang, langkah INCO untuk melakukan penjualan bijih nikel ke pasar domestik dapat memberikan dampak yang positif bagi industri smelter di dalam negeri. "Dengan tambang berkelanjutan Vale, ini bisa menjadi suatu jaminan suplai bijih yang baik bagi smelter domestik," kata Febriany.
Adapun, kinerja INCO selama ini ditopang oleh penjualan nikel matte. Sejak awal operasional, INCO tidak pernah mengekspor bijih nikel mentah. INCO telah mengoperasikan peleburan nikel di Blok Sorowako, sejak tahun 1970-an.
Di Blok Sorowako, INCO menambang nikel laterit untuk memproduksi nikel dalam matte. Kemudian nikel matte ini dijual melalui kontrak jangka panjang kepada Vale Canada Limited dan Sumitomo Metal Mining.
Pada tahun ini, INCO menargetkan produksi nikel matter sebanyak 70.800 ton. Hingga semester I-2024, produksi nikel matte INCO sudah mencapai 34.774 ton.
Direktur Independen & Chief Financial Officer Vale Indonesia Rizky Andhika Putra optimistis target volume nikel matte tersebut bakal tercapai. Namun, perolehan pendapatan dan laba INCO tetap akan dipengaruhi oleh pergerakan harga nikel yang saat ini masih cenderung landai.
Baca Juga: Vale Indonesia (INCO) Garap Tiga Proyek Strategis
Dus, INCO akan fokus menggenjot efisiensi agar bisa menjaga biaya (cash cost) di bawah US$ 10.000 per ton. "Kami cukup percaya diri menjaga cash cost, sehingga secara profitabilitas akan cukup terjaga dengan sehat," ungkap Rizky.
Salah satu yang akan dilakukan INCO adalah memperbarui proses bisnis dari sisi pengadaan energi. INCO meninjau kembali kontrak, dan akan berkolaborasi dengan MIND ID untuk menjadi bagian dari kontrak global holding tambang BUMN tersebut. "Sehingga kami bisa mendapatkan harga komoditas yang lebih baik," tandas Rizky.
Rekomendasi Saham
Di tengah berbagai proyek ekspansi yang sedang berlangsung, pada tahun ini INCO dihadapkan pada sejumlah tantangan di industri nikel. Analis RHB Sekuritas Indonesia Muhammad Wafi dan Fauzan Djamal mengamati prospek sektor tambang logam, termasuk nikel masih diliputi ketidakpastian permintaan.
RHB Sekuritas pun telah memangkas estimasi harga rata-rata nikel dari US$ 18.500 menjadi US$ 17.500 per ton. Meski terhadang di tahun ini, tapi Wafi dan Fauzan memandang bisnis emiten nikel dalam jangka panjang tetap prospektif, ditopang oleh permintaan dari industri baterai dan kendaraan listrik.
Wafi dan Fauzan pun melihat saham INCO masih menarik sebagai pilihan investasi dengan strategi trading buy. Target harga INCO berada di level Rp 4.300 per saham.
Baca Juga: Hutama Karya Garap 2 Proyek Strategis di Karawang dan Timor Leste
Secara teknikal, Founder WH-Project William Hartanto melihat saham INCO ada dalam tren sideways dengan indikasi menguat. Pelaku pasar bisa mempertimbangkan akumulasi dengan mencermati supprot di Rp 3.610 dan resistance pada Rp 4.280 sebagai target harga.
Menutup perdagangan Senin (26/8), harga INCO naik 0,26% ke posisi Rp 3.810 per saham. Secara year to date, pergerakan harga saham INCO mengakumulasi penurunan 10,10%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News