Reporter: Annisa Aninditya Wibawa, Wuwun Nafsiah | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Seperti mendirikan rumah di wilayah rawan gempa, bursa saham Indonesia seharusnya memiliki pondasi kokoh. Sayang, fundamental yang kurang kuat menyebabkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) gampang tergoncang.
Alhasil, meski Yunani sudah diprediksi terancam default, Senin (29/6), IHSG kembali anjlok 0,82% ke 4.882,58. Negeri Para Dewa itu harus membayar € 1,6 miliar ke IMF paling lambat hari ini.
Apalagi, hubungan Indonesia dan Yunani sebenarnya juga tak terlalu dekat. Tapi ancaman default memicu penarikan dana dari emerging market. "Investor pilih safe haven currency. seperti dollar AS," ujar Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker Indonesia.
Kepala Riset Batavia Prosperindo Sekuritas Andy Ferdinand memandang, rencana The Fed menaikkan suku bunga acuan lebih berdampak besar dibandingkan isu Yunani. "Beberapa tahun lalu, Yunani pernah hampir default dan IHSG turun hingga 15%, tapi naik lagi," lanjut dia.
Kedua faktor eksternal itu memicu asing melakukan net sell Rp 394,3 triliun dan membuat posisi asing di BEI tahun ini tersisa net buy Rp 3,5 triliun. Ini karena Indonesia tidak mempunyai pondasi kuat untuk bisa mempertahankan posisi IHSG di level atas.
Seorang manajer investasi asing terang-terangan sudah tak lagi berinvestasi di saham Indonesia, beralih ke obligasi. "Coba kembali ke fundamental, apa yang positif?" ujarnya. Kurs rupiah loyo, ancaman tingginya inflasi dan rendahnya pertumbuhan ekonomi.
Ekonom dari bank besar di Indonesia memprediksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia semester II 2015 dan tahun depan di bawah 5%. "Sekitar 4,7%-4,8%," ujar dia. Penyerapan anggaran infrastruktur pemerintah hingga Juni 2015 baru 8%. "Waktu tahun ini sudah sangat mepet," ujar dia.
Satrio melihat, seharusnya tidak ada faktor lain yang menjegal harga saham. Ia berharap, inflasi bulan Juni terkendali, mengingat tidak ada kenaikan tajam pada harga jual bahan makanan. "Pasar masih berprasangka positif," kata Satrio. Namun, jika data ekonomi di kuartal II buruk, IHSG berpotensi jatuh lebih dalam, karena tak ada harapan lagi yang bisa menopang penguat harga saham.
Maklum, harapan investor hanya dari pertumbuhan ekonomi. Jika pemerintah segera menggenjot infrastruktur kuartal III-2015, IHSG diperkirakan bangkit di kuartal IV-2015. "Kebijakan yang lebih pro pertumbuhan diharapkan mampu mendorong kinerja emiten," imbuh Direktur Investa Saran Hans Kwee
Edwin Sebayang, Kepala Riset MNC Securities target moderat IHSG 4.890 di akhir tahun. Namun jika ekonomi kuartal II tumbuh di bawah 4,71%, IHSG akhir tahun di 4.540. Sedangkan Hans memprediksi di 5.400-5.600, Andi di 5.000-5.200 dan Satrio di 5.500-5.600.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News