Reporter: Namira Daufina | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Data perumahan Amerika Serikat dan manufaktur China yang buruk jadi beban bagi harga tembaga. Penurunan pun memasuki hari kedua.
Mengutip Bloomberg, Kamis (4/8) pukul 14.09 WIB harga tembaga kontrak tiga bulan di London Metal Exchange menukik 2% ke level US$ 4.777 per metrik ton dibanding hari sebelumnya. Begitu pun dalam sepekan terakhir harga tembaga sudah merosot 2,43%.
Andri Hardianto, Research and Analyst PT Asia Tradepoint Futures menuturkan hal ini terjadi karena buruknya fundamental di pasar. Mulai dari manufaktur China Juli 2016 yang turun tipis dari 50,0 ke 49,9. Itu menunjukkan sektor manufaktur China kembali memasuki fase resisi yang berimbas buruk pada prospek permintaan tembaga ke depannya.
Belum lagi data permintaan perumahan AS menurun. MBA mortgage pekan lalu turun 3,5% yang artinya ini merupakan penurunan beruntun dalam tiga minggu. Ditambah lagi data Mortgage Bankers Associations menunjukkan pengeluaran AS untuk konstruksi perumahan turun 0,6% di Juli 2016.
Padahal diketahui permintaan tembaga untuk sektor perumahan mencapai sekitar 30%. "Artinya kan ada penurunan permintaan yang pastinya berimbas buruk pada harga," ujar Andri.
Belum lagi kini pasar menyoroti hasil pertemuan Bank of England yang diindikasikan akan melakukan pemangkasan suku bunga dan revisi prospek ekonomi ke depannya. antisipasi ini menguntungkan dollar AS.
Ketika dollar AS sebagai safe haven kembali unggul tentu harga komoditas seperti tembaga menjadi korban. Kekuatan dollar AS semakin bertambah dengan harapan membaiknya sektor tenaga kerja AS yang datanya akan rilis akhir pekan nanti.
Dalam penantian ini, Fed Fund Futures merilis ekspektasi peluang kenaikan suku bunga The Fed pada September 2016 nanti yang naik menjadi 20%. Kenaikan ekspektasi ini mengikis kekuatan harga tembaga. "Kans harga tembaga turun lagi terbuka lebar," perkiraan Andri.
Memang untuk jangka pendek ini sinyal tren yang ditunjukkan masih bearish. Dengan tingginya ketidakpastian global saat ini memang pasar menjadi lebih tertarik mengumpulkan aset safe haven dan meninggalkan aset berisiko seperti komoditas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News