Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Yudho Winarto
Ia menyebutkan, bank sentral Eropa (ECB) dan bank sentral Inggris (BoE) sama-sama akan melakukan pengetatan moneter dengan mengurangi stimulus mengingat data ekonomi yang sudah mulai membaik.
Hal tersebut dinilai akan menjadi katalis positif untuk kedua mata uang tersebut dan berpotensi membuatnya unggul di hadapan dolar AS jika The Fed belum menentukan sikap.
Sekalipun tapering sudah lebih jelas, pelemahan euro maupun poundsterling di hadapan dolar AS akan jadi cenderung terbatas akibat adanya sentimen tersebut.
Hanya saja, Faisyal mengingatkan adanya potensi ketidakpastian untuk mata uang euro dalam waktu dekat. Hal tersebut merupakan imbas dari akan terjadinya pemilihan umum di Jerman yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar di Uni Eropa.
Baca Juga: Wall Street jatuh mengawali pekan ini, mata tertuju ke pertemuan The Fed
“Karena Angela Merkel tidak akan maju lagi, jadi ini berpotensi menimbulkan ketidakpastian untuk mata uang euro,” imbuh Faisyal.
Sementara untuk rupiah, Faisyal melihat jika tapering sudah jelas, mata uang Garuda ini akan mengalami pelemahan seiring pelaku pasar mencari dolar AS sebagai safe haven dan meninggalkan aset berisiko. Namun, jika sebaliknya, rupiah jelas akan diuntungkan dengan pelemahan dolar AS.
Ia memperkirakan, jika The Fed belum mengumumkan teknis tapering, maka rupiah akan berada di kisaran Rp 14.100 - Rp 14.200 per dolar AS. Sementara jika teknis tapering diumumkan, bukan tidak mungkin rupiah akan melemah ke area Rp 14.500 per dolar AS pada akhir tahun.
Sementara untuk pasangan EUR/USD, Faisyal memperkirakan akan berada di level 1,19 pada akhir tahun nanti. Sedangkan untuk GBP/USD bisa menuju area 1,39 pada akhir 2021.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News