Reporter: Muhammad Kusuma | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten semen masih dibayang-bayangi berbagai sentimen negatif. Salah satunya kelebihan pasokan atau oversupplay semen.
Analis PT Henan Putihrai Asset Management Julius Sandika Wirayudha mengatakan kekhawatiran akan dampak oversupply terhadap produk semen masih menjadi sentimen negatif utama bagi emiten di sektor ini. Ia memperkirakan kelebihan pasokan akan mencapai hingga 38 juta ton pada tahun ini.
“Tantangan masih akan berat karena kondisi oversupply belum hilang,” jelasnya kepada Kontan.co.id.
Baca Juga: Melihat prospek industri pendukung jasa konstruksi pada 2020
Menurutnya, sektor properti yang masih lesu menjadi penyebab utama kondisi oversupply semen terjadi. Dari segi penyerapan sendiri, sektor properti menjadi sektor penyerapan semen terbesar disusul oleh sektor infrastruktur.
“Sektor properti menyerap kurang lebih 65% produksi semen di Indonesia. Sehingga, jika sektor properti belum tumbuh seperti tahun 2014 hingga 2017 lalu akan sulit untuk mengatur oversupply,” terangnya.
Lebih lanjut lagi, Sandika memaparkan kondisi oversupply akan diperparah oleh semen impor produksi China dan Thailand. Hal tersebut dapat menekan harga semen di Indonesia dan menyebabkan terciptanya predatory pricing.
Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengungkapkan hal serupa. Sektor semen merupakan sektor turunan, artinya kinerja sektor semen akan terpengaruh oleh sektor lain terutama properti.
Jika permintaan dari sektor properti membaik maka kinerja sektor semen akan terdorong. Menurutnya, demand dari sektor properti dapat meningkat seiring dengan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI) yang masih rendah sebesar 5%. Alhasil, ada kemungkinan kinerja sektor semen akan membaik.
“Akan lebih baik karena tren sektor properti mulai berjalan,” jelasnya.
Baca Juga: Ini laporkan kinerja operasional SCG sepanjang 2019
Analis RHB Sekuritas Tbk Andre Wijaya dalam risetnya mengatakan masih ada harapan bagi emiten di sektor semen. Menurutnya, tensi politik yang berangsur membaik akan mendorong pemerintah untuk memperluas proyek infrastruktur mereka. Artinya, sektor infrastruktur dapat menopang konsumsi semen jika sektor property masih lesu.
Selain itu, volume penjualan semen sendiri sepanjang tahun lalu mengalami peningkatan secara yoy. Sektor semen berhasil membukukan pertumbuhan volume penjualan semen baik domestik maupun ekspor.
Baca Juga: Hadapi oversupply, Semen Baturaja (SMBR) lakukan diversifikasi produk
Volume penjualan domestik meningkat 1,2% yoy atau sebesar 69,77 juta ton, sedangkan penjualan ekspor meningkat 11,8% atau sebesar 6,36 juta ton.
Pulau Jawa masih menjadi pusat penyerapan semen terbesar di Indonesia dengan total 38.89 juta ton semen atau setara 55,74% dari keseluruhan pasar domestik sepanjang tahun 2019. Disusul oleh Sumatra dan Sulawesi dengan presentase konsumsi 20,58% dan 6,38% atau setara 14,36 juta ton dan 6,09 juta ton.
Peningkatan Indeks keyakinan konsumen Indonesia yang diterbitkan oleh BI juga dapat menumbuhkan serapan semen tahun ini. optimisme konsumen terhadap kondisi usaha menguat dari 132 menjadi 139,1 dalam 6 bulan ke depan. Ekspektasi kegiatan usaha ke depan juga meningkat dari 130,8 menjadi 139,5.
Melihat berbagai kondisi diatas, Andrey optimis akan ada peningkatan permintaan bagi semen terutama dari sektor infrastruktur.
Baca Juga: Memasuki tahun tikus logam, emiten properti menarik untuk dilirik
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News