Reporter: Rashif Usman | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten rajin berburu fasilitas pembiayaan di awal tahun 2025. Sumber pendanaan itu mengalir deras dari sejumlah bank.
Yang berbaru, emiten milik Anthoni Salim PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET), melalui anak usahanya telah memperoleh fasilitas pembiayaan dari PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) dengan total senilai Rp 5,9 triliun.
PT Indo-Rama Synthetics Tbk (INDR) juga mengantongi fasilitas kredit berbasis keberlanjutan dari Bank DBS Indonesia sebesar US$ 10 juta.
Kemudian, entitas PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) menerima tambahan fasilitas Kredit Investasi dengan jumlah pokok tidak melebihi Rp 1,45 triliun dari Bank BCA.
Tak ketinggalan, emiten distributor Coca-Cola, PT Graha Prima Mentari Tbk (GRPM) berhasil mendapatkan fasilitas pinjaman senilai Rp 25 miliar dari Bank Mandiri.
Baca Juga: Emiten Ini Berpotensi Tuai Cuan dari Program 3 Juta Rumah, Apa Saja?
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer mengatakan pinjaman yang diperoleh emiten seperti DNET, INDR, SSIA dan GRPM umumnya digunakan untuk mendukung ekspansi bisnis, refinancing utang, atau meningkatkan operasional.
Miftahul bilang, DNET berpotensi memanfaatkan dana untuk pengembangan infrastruktur teknologi dan jaringan, sedangkan INDR memanfaatkan pembiayaan berkelanjutan untuk memperkuat bisnis tekstil ramah lingkungan.
Adapun SSIA kemungkinan mengalokasikan kredit investasi untuk pembangunan proyek properti dan kawasan industri, sementara GRPM dapat memaksimalkan pinjaman untuk memperluas distribusi Coca-Cola.
Miftahul juga menjelaskan fasilitas pembiayaan dari perbankan dapat menjadi katalis positif jika emiten mampu memanfaatkan dana secara efektif.
Pendanaan ini berpotensi mendongkrak kinerja operasional, meningkatkan daya saing dan mempercepat eksekusi proyek strategis.
"Prospek para emiten ini positif jika penggunaan dana tepat sasaran dan mampu meningkatkan pendapatan operasional," kata Miftahul kepada Kontan, Rabu (22/1).
Namun, keberhasilan juga bergantung pada efisiensi pengelolaan utang dan kemampuan emiten meningkatkan arus kas untuk membayar kewajiban. Pendanaan perbankan sering kali lebih cepat dan fleksibel dibandingkan penerbitan obligasi atau saham di pasar modal.
Community Lead Indo Premier Sekuritas Angga Septianus menerangkan pinjaman yang didapatkan emiten tentunya untuk menunjang kegiatan operasional perusahaan.
Misalnya, DNET untuk kebutuhan refinancing dan modal kerja. Sementara, INDR untuk memfasilitasi transisi dari pembangkit listrik tenaga batubara dan mendukung pembiayaan perdagangan.
Baca Juga: Entitas Indoritel (DNET) Teken Perjanjian Pembiayaan dari Bank Mandiri dan BSI
Emiten lain pun tentunya akan memanfaatkan kredit untuk memberikan nilai tambah dan menjadi utang produktif untuk keberlangsungan usaha perseroan.
"Prospek perusahaan akan menjadi lebih baik jika bisa mengutilisasi penggunaan utang menjadi revenue yang berkelanjutan dari penggunaan utang tersebut," terang Angga kepada Kontan, Rabu (22/1).
Angga menjelaskan bahwa perusahaan biasanya mempertimbangkan biaya yang lebih rendah dan proses yang lebih efisien dalam memilih sumber pendanaan. Dus, penggunaan fasilitas perbankan dianggap lebih realistis, karena pendanaan melalui pasar modal umumnya memerlukan proses yang lebih panjang.
Head of Investment Specialist PT Maybank Sekuritas Indonesia Fath Aliansyah Budiman menyatakan fasilitas pembiayaan yang diperoleh DNET akan dialokasikan untuk refinancing jaringan fiber optic pada tranche A, serta untuk belanja modal selama dua tahun ke depan melalui tranche B (periode 2025-2026) dan tranche C (periode 2026-2027).
Fasilitas ini memiliki jangka waktu maksimal hingga 13 tahun.
"Hal ini memberikan kepastian dari ekspansi perusahaan dalam jangka waktu beberapa tahun mendatang dengan adanya potensi efisiensi dari beban bunga yang dibayarkan," tambah Fath kepada Kontan, Rabu (22/1).
Angga merekomendasikan buy saham SSIA pada area harga Rp 950-Rp 980, dengan level stop loss di Rp 925 dan target take profit pada Rp 1.100-Rp 1.150. Untuk saham lainnya, ia menyarankan untuk bersikap wait and see terlebih dahulu.
Sementara itu, Miftahul merekomendasikan untuk trading buy saham SSIA di target harga Rp 1.095 per saham.
Selanjutnya: BI Rate Turun, Sejumlah Perbankan Optimistis Kinerja Kredit Tumbuh Positif Tahun Ini
Menarik Dibaca: 5 Kebiasaan Sehat yang Harus Diajarkan kepada Anak Setiap Hari, Orang Tua Wajib Tahu!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News