Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan terbuka yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) bakal mendapat angin segar. Pasalnya, Pemerintah menerbitkan beleid baru mengenai pemotongan tarif Pajak Penghasilan (PPh) wajib pajak (WP) badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 30 Tahun 2020. PP itu menegaskan tarif PPh Badan menjadi 22% pada 2020 dan 2021, dan sebesar 20% pada 2022.
Baca Juga: Pemerintah beri diskon 3% PPh badan emiten, ini tanggapan Kalbe Farma (KLBF)
Selain itu, tarif PPh Badan untuk emiten juga menjadi 3% lebih rendah dari tarif umum dengan salah satu syaratnya yakni saham yang dimiliki oleh masyarakat (free float) paling sedikit 40% dan memenuhi persyaratan tertentu.
Namun ternyata, tidak semua emiten bisa menikmati oleh semua emiten yang bahkan memenuhi syarat free float. Salah satu emiten yang tidak bisa menikmati angin segar ini adalah emiten properti.
Direktur Independen PT Ciputra Development Tbk (CTRA) Tulus Santoso mengatakan, hal ini karena perusahaan yang bergerak di bidang real estate maupun property dikenakan PPh final.
“CTRA sebagai perusahaan properti sudah terkena pajak final, jadi tidak berdampak dengan adanya insentif ini,” ujar Tulus kepada Kontan.co.id, Senin (29/6).
Baca Juga: Sejumlah emiten belum akan memanfaatkan stimulus bursa, apa alasannya?
Sebagai gambaran, CTRA memiliki free float sebesar 47.1% dari keseluruhan saham yang beredar.
Sekretaris Perusahaan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) Jemmy Kusnadi menyambut baik adanya beleid ini. “Namun, penghasilan kami sebagian besar merupakan objek PPh final,” terang Jemmy, Senin (29/6).
Baca Juga: Emiten di BEI Mendapat Guyuran Stimulus
Meski demikian, Jemmy masih mempelajari lebih lanjut terkait beleid ini. Sebab, SMRA memiliki saham publik lebih dari 40%, tepatnya 54.01% saham SMRA dimiliki oleh masyarakat.
Ke depan, Tulus berharap pemerintah juga mengatur insentif pajak untuk objek PPh final agar emiten properti juga mendapat angin segar. “Kiranya seperti itu. Karena yang terkena pajak final adalah perusahaan real estate dan kontraktor,” tutup Tulus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News