Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) masih terus menurun. Hal ini seiring dengan makin berkurangnya tingkat permintaan dari negara-negara pengimpor, ditambah kekhawatiran terhadap perang dagang yang akan turut memangkas permintaan China.
Mengutip Bloomberg, Jumat (13/7), harga CPO kontrak pengiriman September 2018 di Malaysian Derivative Exchange tercatat di posisi RM 2.162 per metrik ton.
Harga ini melorot 1,1% jika dibandingkan dengan harga pada hari sebelumnya, serta merupakan level terendah harga sejak 2016. Dalam sepekan, harga CPO bahkan telah mencatat penurunan sebesar 4,6%.
Analis Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar, menjelaskan, anjloknya harga CPO terjadi lantaran tingkat permintaan terus berkurang, sementara produksi dan cadangan minyak sawit kian meningkat.
"Cadangan CPO Malaysia saat ini merupakan yang tertinggi dalam enam bulan terakhir. Diperkirakan, akhir Juli nanti cadangan naik sekitar 11% month-on-month," kata Deddy, Jumat (13/7). Akhir Juni lalu, cadangan CPO Malaysia juga tercatat bertambah 0,8% mom menjadi 2,19 juta ton.
Tak hanya di Malaysia, kondisi cadangan CPO di Indonesia juga melimpah. Menurut data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), simpanan CPO Indonesia di periode Mei ada sebanyak 4,76 juta metrik ton atau melonjak 20% jika dibandingkan bulan sebelumnya. Ini merupakan jumlah simpanan CPO terbanyak di Indonesia sejak Januari 2016.
Deddy menambahkan, cadangan tersebut meningkat seiring dengan tingkat produksi yang juga makin tinggi. Produksi CPO Indonesia sepanjang Mei naik 14% menjadi 4,24 juta ton dari sebelumnya 3,72 juta ton di bulan April
"Sementara, ekspor CPO Indonesia turun dari sebelumnya 2,22 juta ton menjadi 2,14 juta ton. Tak heran harga meningkat karena produksi dan cadangan bertambah, tapi permintaan berkurang" terang Deddy.
Sejak bea impor untuk CPO di India dikerek, penurunan permintaan juga terlihat di negara tersebut. Menurut Deddy, sepanjang Juni, ekspor CPO ke India turun 31% mom menjadi hanya sekitar 346.280 ton.
Sementara, hingga awal Juni, cadangan minyak goreng di India rupanya naik menjadi 2,66 juta ton dan didominasi minyak kedelai. Artinya, India tengah lebih banyak mengimpor minyak kedelai ketimbang minyak sawit.
Selain faktor suplai dan permintaan, konflik perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China juga berpotensi makin menekan harga komoditas agrikultur ini. Analis Monex Investindo Futures Faisyal, berpendapat, dampak perang dagang ke China bisa menghambat permintaan CPO negara tersebut. Padahal, selama ini China merupakan pembeli CPO terbesar di dunia.
Kendati demikian, perang dagang juga berpotensi mengangkat harga CPO. Kebijakan China menerapkan tarif impor untuk produk-produk AS, termasuk kedelai, membuat harga minyak kedelai jadi lebih mahal. "Dengan begitu, permintaan minyak sawit sebagai substitusi bisa bertambah, ini bisa jadi momentum bagus juga buat CPO," ujar Deddy.
Deddy menilai, selama harga CPO masih bertahan di kisaran RM 2.000 - RM 2.150 per metrik ton, kemungkinan rebound masih terbuka di sepanjang paruh kedua tahun ini. Adapun, Faisyal mengatakan, sejauh ini penurunan harga CPO juga masih tertopang kondisi mata uang ringgit yang melemah.
"Pelemahan ringgit membuat harga minyak CPO lebih murah bagi para pembeli dengan mata uang lainnya," pungkasnya. Harapannya, kondisi ini bisa menahan penurunan harga CPO yang lebih dalam lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News