Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto
Sementara, hingga awal Juni, cadangan minyak goreng di India rupanya naik menjadi 2,66 juta ton dan didominasi minyak kedelai. Artinya, India tengah lebih banyak mengimpor minyak kedelai ketimbang minyak sawit.
Selain faktor suplai dan permintaan, konflik perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China juga berpotensi makin menekan harga komoditas agrikultur ini. Analis Monex Investindo Futures Faisyal, berpendapat, dampak perang dagang ke China bisa menghambat permintaan CPO negara tersebut. Padahal, selama ini China merupakan pembeli CPO terbesar di dunia.
Kendati demikian, perang dagang juga berpotensi mengangkat harga CPO. Kebijakan China menerapkan tarif impor untuk produk-produk AS, termasuk kedelai, membuat harga minyak kedelai jadi lebih mahal. "Dengan begitu, permintaan minyak sawit sebagai substitusi bisa bertambah, ini bisa jadi momentum bagus juga buat CPO," ujar Deddy.
Deddy menilai, selama harga CPO masih bertahan di kisaran RM 2.000 - RM 2.150 per metrik ton, kemungkinan rebound masih terbuka di sepanjang paruh kedua tahun ini. Adapun, Faisyal mengatakan, sejauh ini penurunan harga CPO juga masih tertopang kondisi mata uang ringgit yang melemah.
"Pelemahan ringgit membuat harga minyak CPO lebih murah bagi para pembeli dengan mata uang lainnya," pungkasnya. Harapannya, kondisi ini bisa menahan penurunan harga CPO yang lebih dalam lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News