Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekspansi dan inovasi pabrik yang terus diusahakan PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) membawa prospek cerah pada bisnis farmasi. Kinerja KLBF juga mendapat dukungan dari meningkatnya jaminan kesehatan yang lebih menyeluruh.
Raja Abdalla, Research Analyst Deutsche Verdhana Sekuritas Indonesia mengatakan penghasilan KLBF sangat sensitif pada pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Hal tersebut terjadi karena hampir 65% dari cost of good sold (COGS) Kalbe Farma diimpor.
"Setiap 10% pelemahan nilai tukar rupiah dapat diterjemahkan menjadi 20% penurunan laba bersih," kata Raja dalam riset 16 Juli 2019. Oleh karena itu, usaha menurunkan impor diperlukan guna membuat kinerja keuangan yang lebih sehat.
Baca Juga: Kalbe Farma (KLBF) Masuk ke Bisnis Produk Kecantikan
Robert Sebastian, Analis Ciptadana Sekuritas Asia menilai positif ekspansi KLBF yang akan membangun pabrik obat biosimilar melalui anak usaha, PT Kalbio Global Media di Cikarang. Menurut Robert, pabrik yang akan menggunakan bahan baku lokal tersebut bisa mengurangi risiko nilai tukar.
"KLBF akan terus mengembangkan obat biosimilar dalam rangka mengurangi bahan baku impor," kata Robert dalam riset 28 Mei 2019. KLBF mengalokasikan dana Rp 250 miliar hingga Rp 300 miliar untuk mengembangkan produk biosimilar.
Robert berharap kontribusi obat biosimilar bisa lebih besar dari kontribusinya saat ini yang sekitar 8% untuk segmen resep dan farmasi. "Kontribusi akan membaik di masa depan karena produk biosimilar termasuk dalam skema BPJS dan tidak semua perusahaan farmasi memiliki produk tersebut," kata Robert.
Baca Juga: Emiten farmasi berbondong-bondong jajaki kemilau sektor kecantikan
Di semester II 2019, sekitar 50%-80% obat biosimilar dari perusahaan farmasi di Indonesia baik lokal maupun asing akan bergabung dengan tender obat e-katalog untuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Robert memproyeksikan KLBF bisa berkontribusi memasarkan obat biosimilar sekitar 10%-15% untuk segmen resep farmasi.
Dengan masih terbukanya pertumbuhan di sektor farmasi seiring dengan meningkatnya penyaluran JKN yang lebih meluas dan alokasi pemerintah di sektor ini meningkat, Robert merekomendasikan buy saham KLBF di target harga Rp 1.770 per saham. "Investasi KLBF di produk biosimilar bisa menangkap pasar produk tersebut di masa depan dan membawa prospek cerah bagi KLBF," kaya Robert.
Senada, Raja merekomendasikan buy di target harga Rp 1.700 per saham.
Baca Juga: Kalbe Farma (KLBF) siap dukung Jaminan Kesehatan Nasional dengan strategi berikut
Sedangkan, Jessica Ayu Pratiwi Analis RHB Sekuritas merekomendasikan neutral di target harga Rp 1.500 per saham. Alasan Jessica merekomendasikan neutral adalah melihat pertumbuhan margin yang tipis dari penjualan obat generik.
"Penjualan obat generik memang kencang, tapi bisa menekan margin karena harga obat generik dibatasi, sementara permintaan akan obat bermerek dengan margin yang lebih tinggi hanya tumbuh 2%-3%." kata Jessica, Rabu (31/7).
Baca Juga: Masuki sektor kecantikan, Kalbe Farma (KLBF) gaet perusahaan bioteknologi Taiwan
Oleh karena itu, Jessica masih merekomendasikan netral sambil menunggu harga obat di e-katalog naik. Sekedar informasi pemerintah melalui Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP) telah memasang harga serendah-rendahnya untuk obat yang masuk dalam e-katalog.
Jessica memproyeksikan pertumbuhan pendapatan dan laba KLBF di akhir tahun ini tumbuh masing-masing 6% dan 5,5%. Penjualan produk konsumer dan obat generik masih mendominasi kontribusi pada pertumbuhan pendapatan.
Berdasarkan laporan keuangan semester I 2019, KLBF berhasil catatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 7,69% secara year on year (yoy) ke Rp 11,18 triliun dari Rp 10,38 triliun di periode yang sama tahu lalu. Sedangkan, laba bersih KLBF juga ikut naik 3,48% ke Rp 1,26 triliun dari Rp 1,22 triliun di periode yang sama tahun lalu.
Hari ini, harga saham KLBF menguat 0,68% ke Rp 1.470 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News