Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten farmasi berbondong-bondong menjajaki sektor kecantikan karena tergiur dengan kemilau bisnisnya yang menguntungkan. Ada yang menawarkan produk biologi untuk kecantikan ada juga yang bekerjasama dengan brand kosmetik.
Emiten farmasi yang mulai menjajaki lini bisnis ini adalah PT Kimia Farma Tbk (KAEF), PT Phapros Tbk (PEHA) dan PT Kalbe Farma Tbk (KLBF).
Bagi KAEF tujuannya menjajaki peluang sektor kecantikan untuk melengkapi portofolinya. KAEF menggunakan brand kosmetik dan personal care Marcks dan Venus untuk dipasarkan.
Direktur Keuangan PT Kimia Farma Tbk Suharta Wijaya menyatakan KAEF investasi di sektor ini sekitar Rp 200 miliar.
“Sampai saat ini kontribusi produk kosmetik KAEF bisa mencapai 10%-12% dari total penjualan bersih,” jelasnya saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (23/7).
Kendati demikian tahun ini Suharta menyatakan akan terus mengembangkan brand ini dengan target pertumbuhan di atas 30%.
Bisnis kosmetik ini ditengarai memiliki potensi yang besar untuk tahun berikutnya. Bila melihat laporan keuangannya di kuartal I-2019 segmen penjualan produksi entitas obat Over the Counter (OTC) dan kosmetik tercatat senilai 6,3% dari total penjualan bersih atau senilai Rp 116,11 miliar.
Namun nyatanya penjualan di sektor ini turut mencatatkan kenaikan signifikan, tumbuh sebesar 75% di mana perolehannya pada periode yang sama di tahun sebelumnya hanya Rp 66,37 miliar.
Tak mau ketinggalan, PT Phapros Tbk (PEHA) selaku perusahaan yang mayoritas dimiliki KAEF juga masuk ke sektor kecantikan. Memang secara riwayat usahanya, PEHA gesit melakukan ekspansi. Jadi pada tahun ini, PEHA mulai lebih fokus mengembangkan produk di sektor ini.
Sekretaris Perusahaan PT Phapros Tbk Zahmila Akbar menjelaskan PEHA bekerjasama dengan Universitas Airlangga untuk memproduksi anti-aging atau produk penuaan dini.
“Produk ini berbahan dasar biologi yaitu sekret hasil metabolisme stem cell,” jelasnya.
Nilai investasi produk anti-aging kurang lebih Rp 40 miliar dari dana patungan dengan rincian PEHA berinvestasi sebesar Rp 20 miliar dan Kemristek Dikti sebesar Rp 20,2 miliar sejak 2007.
Mila mengatakan produk ini berbentuk serum dan juga krim yang cara penggunaannya dengan dioles.
Mila mengklaim produk anti-aging PEHA 100% diproduksi di Indonesia karena bahan baku serta pembuatannya dari dalam negeri. Walau melihat kemilau bisnis kecantikan yang potensial, kontribusi produk ini ditengarai baru 1% dari seluruh total penjualan di PEHA.
Jika menghitung dari proyeksi penjualan bersih PEHA di 2019 ini sebesar Rp 1,48 triliun, produk kecantikan ini diasumsikan akan berkontribusi senilai Rp 14,8 miliar.
Emiten farmasi lainnya yang menjajaki sektor kecantikan adalah PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) di mana emiten ini sudah mulai fokus pada lini bisnis ini dari tahun 2018.
Marketing Director PT Kalbe Farma Tbk Mulia Lie menceritakan riwayat lini bisnis kecantikan di KLBF. Sebenarnya pada 2015 KLBF sudah punya produk kecantikan yakni H2 Health & Happiness yang pada saat itu masuk dalam lini bisnis sendiri.
“Nah, pada 2018 KLBF melakukan transformasi dengan memfokuskan lini bisnis kecantikan yakni aesthetic dan wellness dengan menambahkan produk lainnya,” jelasnya.
Mulia melihat potensi pasar yang menarik di dunia kosmetik karena perkembangan bisnis kesehatan yang bagus. Selain itu menurutnya tren global turut memberikan kontribusi cukup besar dalam bisnis kecantikan di Indonesia.
Pada 2018 KLBF merilis produk Toxin bernama Truxanthin yang bahan bakunya diimpor dari Eropa sedangkan produknya dibuat di Indonesia.
Selain itu, pada Juli 2019 kemarin KLBF juga meluncurkan produk kecantikannya yang terbaru yaitu Facille Dermal Filler yang dapat mengatasi kerutan akibat penuaan. Tidak tanggung-tanggung, KLBF turut menggandeng perusahaan bioteknologi Scivisioin Biotech Taiwan sebagai mitra produksinya.
Produk Facille ini berbentuk jarum suntik yang terisi serum sebanyak 1 ml dan dibagi atas empat varian yakni silk, rouge, brush, dan contour. Mulia enggan menyatakan nilai investasinya untuk produk ini, tetapi ia mengakui KLBF tidak banyak berinvestasi karena skema bisnisnya sederhana.
KLBF menerima barang jadi dan hanya sebagai pihak yang mempromosikan dan mendistribusikan.
Walaupun kontribusi lini bisnis kecantikan masih mini, Mulia menyatakan potensi ke depannya tentu akan bagus. Buktinya saja baru 10 hari diluncurkan saja sudah terpesan lebih dari 100 jarum suntik (syringe).
Mulia memproyeksikan hingga satu tahun KLBF mampu menjual 3.000-5.000 jarum suntik dibantu dengan anak usahanya Enseval untuk distribusi.
Terkhusus produk Facille Dermal Filler ini, Mulia menyatakan sampai saat ini sudah mengantongi kerjasama dengan hampir seluruh klinik kecantikan di kota besar seperti Jawa dan Bali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News