Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun depan, perekonomian domestik diproyeksi akan pulih. Kepala riset Yuanta Sekuritas Chandra Pasaribu mengatakan, selama ini fundamental perekonomian sudah dijaga dengan baik oleh pelaku pasar dan pemerintah.
Sehingga, pondasi dasar pemulihan ekonomi pun sudah tercipta. Nantinya, mobilitas masyarakatlah yang akan berpengaruh besar terhadap seberapa kencang laju pemulihan ekonomi. “Jadi secara garis besar kami cukup optimistis untuk tahun 2022 secara umum,” terang Chandra kepada Kontan.co.id, Minggu (19/12).
Namun, Chandra menilai, secara jangka pendek khususnya pada Januari 2022, masih banyak tantangan yang dihadapi pasar saham, terutama dari potensi kenaikan Fed rate yang lebih awal dari ekspektasi, sehingga mempengaruhi sentimen secara negatif. Dus, Chandra menilai, January effect kemungkinan kecil akan terjadi.
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) dinilai masih punya amunisi untuk tidak menaikkan suku bunga di awal tahun 2022 karena adanya surplus neraca perdagangan, cadangan devisa, dan inflasi yang rendah.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham MAPI, LPPF, RALS, dan ERAA Berikut
Jikalau memang diperlukan, kenaikan suku bunga mungkin hanya bersifat incremental untuk menjaga daya saing rupiah. Namun, secara umum, Chandra menilai pertahanan rupiah sekarang ini masih cukup baik
Dus, saham yang cocok dicermati di awal tahun depan lebih kepada emiten yang bersifat recovery play atau yang fundamentalnya kuat, seperti PT Jasa Marga Tbk ( JSMR), PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dan PT Astra International Tbk (ASII).
Lalu ada PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI)
Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat melihat, harga saham-saham saat ini, baik yang big caps maupun small caps, rata-rata masih berada di bawah harga akhir tahun lalu.
Baca Juga: Begini rekomendasi saham HM Sampoerna (HMSP) pasca kenaikan cukai rokok
Meskipun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah naik, namun sejumlah saham seperti ASII, PGAS, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), dan PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) pergerakannya masih cenderung terlambat.
“Kenaikan IHSG yang tidak terlalu banyak ini, lebih ditopang oleh saham-saham tertentu dan tidak mewakili seluruh pasar,” terang Teguh.
Teguh menilai, ke depan pasar saham juga minim sentiment negative. Salah satu sentimen negatif memang datang dari penyebaran varian covid omicron. Namun, sejauh ini, Omicron memang lebih mudah menyebar namun gejalanya jauh lebih ringan.
“Di luar tapering, potensi kenaikan suku bunga AS, dan omicron, saya rasa tidak ada lagi sentimen negatif. Saya melihat pasar cukup positif,” pungkas Teguh.
Sementara itu, Chandra menilai omicron adalah suatu yang tidak dapat dihindari. Hanya saja nampaknya pemerintah cukup efektif dalam menangani Covid-19 secara umum. Jadi, seharusnya omicron ini menyebabkan setback sementara, seperti pada saat gelombang kedua Covid-19 yang terjadi pada pertengahan tahun ini.
Sejauh ini program vaksinansi terus digenjot merupakan langkah yang tepat, apalagi tahun depan semakin terbuka untuk melakukan booster shot berbayar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News