Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak pulih dari aksi jual singkat menjadi naik lebih dari US$1 per barel pada hari Jumat (3/3). Harga komoditas energi ini menguat dalam sepekan terakhir, didorong oleh optimisme baru seputar permintaan dari importir minyak utama China.
Jumat (3/3), harga minyak mentah Brent berjangka naik US$ 1,08 atau 1,3% menjadi US$ 85,83 per barel. Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS ditutup di US$ 79,68 per barel, naik US$ 1,52 atau 1,9%. Kedua tolok ukur membukukan level penutupan tertinggi sejak 13 Februari.
Harga minyak turun lebih dari US$ 2 per barel setelah sebuah laporan media mengatakan Uni Emirat Arab (UEA) telah mengadakan debat internal untuk meninggalkan OPEC dan memompa lebih banyak minyak. Harga rebound ketika dua sumber dengan pengetahuan langsung mengatakan kepada Reuters bahwa laporan itu "jauh dari kebenaran".
Brent dan WTI mencatat kenaikan persentase mingguan terbesar ketiga mereka tahun ini. Data ekonomi China yang kuat memberi harapan untuk pertumbuhan permintaan minyak. Dalam sepekan, harga minyak WTI menguat 4,4% dan harga minyak Brent naik 3,63%.
Baca Juga: Harga Minyak Melemah Walau Tetap Berada di Jalur Kenaikan di Pekan Ini
"Minyak mentah telah berada di rollercoaster hari Jumat, turun karena desas-desus UEA meninggalkan OPEC + sebelum berbalik tajam dan meroket lebih tinggi karena rumor ini diperdebatkan, dan sebagai gantinya minyak mentah naik ke reli risk-on," kata analis Kpler Matt Smith kepada Reuters.
Aktivitas sektor jasa China di bulan Februari berkembang dengan laju tercepat dalam enam bulan dan aktivitas manufaktur di sana juga tumbuh. Impor minyak Rusia melalui laut China akan mencapai rekor tertinggi bulan ini.
China, pengimpor minyak utama dunia, semakin berambisi dengan target pertumbuhan 6% pada 2023, sumber mengatakan kepada Reuters.
Analis UBS Giovanni Staunovo mengatakan, pasar minyak secara luas mengabaikan peningkatan stok minyak mentah AS selama 10 minggu berturut-turut dan rekor ekspor minyak mentah AS memberikan lebih banyak dukungan pada harga.
Baca Juga: Kenaikan Harga Pertamax Membuat Masyarakat Sulit Pindah dari Penggunaan BBM Subsidi
Pelemahan nilai tukar dolar AS juga turut menyokong harga minyak. Pelemahan dolar menyebabkan harga minyak yang diperdagangkan dalam dolar lebih murah bagi pemegang mata uang lain. Analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan dolar akan berada di bawah tekanan selama 12 bulan ke depan.
Bank Sentral Eropa (ECB) masih mengirimkan sinyal hawkish, dengan anggota Dewan Pemerintahan ECB Pierre Wunsch mengatakan suku bunga utamanya bisa naik setinggi 4% jika inflasi tetap tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News